Assalamualaikum Tholabul ilmi sejati terimakasih atas kunjunganya di link ini semoga bermanfaat untuk kita semua.dan semoga Alloh memberikan Hidayah taufik untuk kita silahkan kritik dan saran antum

Kamis, 01 Maret 2012

Keutamaan Dan Kemuliaan Do'a


Berdoa Dengan Mengangkat Tangan

Selasa, 27 Januari 2004 11:24:09 WIB

Akan tetapi dalam masalah ini terjadi kekeliruan, sebagian orang ada yang berlebihan dan tidak pernah sama sekali mau meninggalkan mengangkat tangan, dan sebagian yang lainnya tidak pernah sama sekali mengangkat tangan kecuali waktu-waktu khusus saja, serta sebagian yang lain di antara keduanya, artinya mengangkat tangan pada waktu berdoa yang memang dianjurkan dan tidak mengangkat tangan pada waktu berdoa yang tidak ada anjurannya. Imam Al-'Izz bin Abdussalam berkata bahwa tidak dianjurkan mengangkat tangan pada waktu membaca doa iftitah atau doa diantara dua sujud. Tidak ada satu haditspun yang shahih yang membenarkan pendapat tersebut.

Shalawat Diiringi Rebana ?

Senin, 26 Januari 2004 10:02:35 WIB

Ketika Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam memerangi atau menuju Khaibar, orang-orang menaiki lembah, lalu mereka meninggikan suara dengan takbir: Allahu Akbar, Allahu Akbar, Laa ilaaha illa Allah. Maka Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda,”Pelanlah, sesungguhnya kamu tidaklah menyeru kepada yang tuli dan yang tidak ada. Sesungguhnya kamu menyeru (Allah) Yang Maha Mendengar dan Maha Dekat, dan Dia bersama kamu (dengan ilmuNya, pendengaranNya, penglihatanNya, dan pengawasanNya, Pen.).” Dan saya (Abu Musa) di belakang hewan Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam. Beliau mendengar aku mengatakan: Laa haula wa laa quwwata illa billah. Kemudian beliau bersabda kepadaku,”Wahai, Abdullah bin Qais (Abu Musa).” Aku berkata,”Aku sambut panggilanmu, wahai Rasulullah.” Beliau bersabda,”Maukah aku tunjukkan kepadamu terhadap satu kalimat, yang merupakan simpanan di antara simpanan-simpanan surga?" Aku menjawab,”Tentu, wahai Rasulullah. Bapakku dan ibuku sebagai tebusanmu.” Beliau bersabda,”Laa haula wa laa quwwata illa billah.”

"Berdo'alah kepadaKu, niscaya akan Kuperkenankan bagimu. Sesungguhnya orang-orang yang menyombongkan diri dari menyembah-Ku akan masuk Neraka Jahannam dalam keadaan hina dina". Imam Hafizh Ibnu Hajar menuturkan bahwa Syaikh Taqiyuddin Subki berkata : Yang dimaksud doa dalam ayat di atas adalah doa yang bersifat permohonan, dan ayat berikutnya 'an 'ibaadatiy menunjukkan bahwa berdoa lebih khusus daripada beribadah, artinya barangsiapa sombong tidak mau beribadah, maka pasti sombong tidak mau berdoa. Dengan demikian ancaman ditujukan kepada orang yang meninggalkan doa karena sombong dan barangsiapa melakukan perbuatan itu, maka dia telah kafir. Adapun orang yang tidak berdoa karena sesuatu alasan, maka tidak terkena ancaman tersebut.

PENGHALANG-PENGHALANG DO'A

Oleh Ismail bin Marsyud bin Ibrahim Ar-Rumaih






Banyak orang yang berdoa melakukan perbuatan yang menyebabkan doa mereka ditolak dan tidak dikabulkan, karena kebodohan mereka tentang syarat-syarat doa, padahal apabila tidak terpenuhi salah satu syarat tersebut, maka doa tersebut tidak dikabulkan.

Adapun syarat-syarat yang terpenting antara lain.

[1]. Ikhlas

Sebagaimana firman Allah.

"Artinya : Maka sembahlah Allah dengan memurnikan ibadah kepada-Nya". [Ghafir : 14]

Ibnu Katsir mengatakan bahwa setiap orang yang beribadah dan berdoa hendaknya dengan ikhlas serta menyelisihi orang-orang musyrik dalam cara dan madzhab mereka.[Tafsir Ibnu Katsir 4/73]

Dari Abdurrahman bin Yazid bahwa dia berkata bahwasanya Ar-Rabii' datang kepada 'Alqamah pada hari Jum'at dan jika saya tidak ada dia memberikan kabar kepada saya, lalu 'Alqamah bertemu dengan saya dan berkata : Bagaimana pendapatmu tentang apa yang dibawa oleh Rabii'.? Dia menjawab : "Berapa banyak orang yang berdoa tetapi tidak dikabulkan ? Karena Allah tidak menerima doa kecuali yang ikhlas". Saya berkata : Bukankah itu telah dikatakannya ? Dia berkata : Abdullah mengatakan bahwa Allah tidak mendengar doa seseorang yang berdoa karena sum'ah, riya' dan main-main tetapi Allah menerima orang yang berdoa dengan ikhlas dari lubuk hatinya". [Imam Al-Bukhari dalam Adabul Mufrad 2/65 No. 606. Dishahihkan sanadnya oleh Al-Albani dalam Shahih Adabul Mufrad No. 473. Nakhilah maksudnya adalah iikhlas, Masma' adalah orang yang beramal untuk dipuji atau tenar].

Termasuk syarat terkabulnya doa adalah tidak beribadah dan tidak berdoa kecuali kepada Allah. Jika seseorang menujukan sebagian ibadah kepada selain Allah baik kepada para Nabi atau para wali seperti mengajukan permohonan kepada mereka, maka doanya tidak terkabulkan dan nanti di akhirat termasuk orang-orang yang merugi serta kekal di dalam Neraka Jahim bila dia meninggal sebelum bertaubat.

[2] & [3]. Tidak Berdoa Untuk Sesuatu Dosa Atau Memutuskan Silaturrahmi

Dari Abu Said bahwasanya Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda.

"Artinya : Apabila seorang muslim berdoa dan tidak memohon suatu yang berdosa atau pemutusan kerabat kecuali akan diakabulkan oleh Allah salah satu dari tiga ; Akan dikabulkan doanya atau ditunda untuk simpanan di akhirat atau menghilangkan daripadanya keburukan yang semisalnya".[Musnad Ahmad 3/18. Imam Al-Mundziri mengatakannya Jayyid (bagus) Targhib 2/478].

Syaikh Al-Mubarak Furi berkata bahwa yang dimaksud "tidak berdoa untuk suatu yang berdosa" artinya berdoa untuk kemaksiatan suatu contoh : "Ya Allah takdirkan aku untuk bisa membunuh si fulan", sementara si fulan itu tidak berhak dibunuh atau "Ya Allah berilah aku rizki untuk bisa minum khamer" atau "Ya Allah pertemukanlah aku dengan seorang wanita untuk berzina". Atau berdoa untuk memutuskan silaturrahmi suatu contoh : "Ya Allah jauhkanlah aku dari bapak dan ibuku serta saudaraku" atau doa semisalnya. Doa tersebut pengkhususan terhadap yang umum. Imam Al-Jazri berkata bahwa memutuskan silaturahmi bisa berupa tidak saling menyapa, saling menghalangi dan tidak berbuat baik dengan semua kerabat dan keluarga.

[4]. Hendaknya Makanan Dan Pakaian Dari Yang Halal Dan Bagus

Dari Abu Hurairah Radhiyallahu 'anhu bahwasanya Rasulullah Shallallahu 'alaihi wasallam menyebutkan :

"Artinya : Seorang laki-laki yang lusuh lagi kumal karena lama bepergian mengangkat kedua tanganya ke langit tinggi-tinggi dan berdoa : Ya Rabbi, ya Rabbi, sementara makanannya haram, minumannya haram, pakaiannya haram dan dagingnya tumbuh dari yang haram, maka bagaimana doanya bisa terkabulkan.?" [Shahih Muslim, kitab Zakat bab Qabulus Sadaqah 3/85-86].

Imam An-Nawawi berkata bahwa yang dimaksud lama bepergian dalam rangka beribadah kepada Allah seperti haji, ziarah, bersilaturrahmi dan yang lainnya.

Pada zaman sekarang ini berapa banyak orang yang mengkonsumsi makanan, minuman dan pakaian yang haram baik dari harta riba, perjudian atau harta suap yang yang lainnya. [Syarh Shahih Muslim 7/100].

Ahli Syair berkata.

"Kita berdoa dan menyangka doa terangkat padahal dosa menghadangnya lalu doa tersebut kembali. Bagaimana doa kita bisa sampai sementara dosa kita menghadang di jalannya". [Al-Azhiyah dalam Ahkamil Ad'iyah hal. 141].

[5]. Tidak Tergesa-gesa Dalam Menunggu Terkabulnya Doa

Dari Abu Hurairah Radhiyallahu 'anhu bahwasanya Rasulullah Shallallahu 'alaihi wasallam bersabda.

"Artinya : Akan dikabulkan permintaan seseorang di antara kamu, selagi tidak tergesa-gesa, yaitu mengatakan : Saya telah berdoa tetapi belum dikabulkan". [Shahih Al-Bukhari, kitab Da'awaat 7/153. Shahih Muslim, kitab Do'a wa Dzikir
8/87]

Al-Hafizh Ibnu Hajar berkata : Yang dimaksud dengan sabda Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam : "Saya berdoa tetapi tidak dikabulkan", Ibnu Baththaal berkata bahwa seseorang bosan berdoa lalu meninggalkannya, seakan-akan mengungkit-ungkit dalam doanya atau mungkin dia berdoa dengan baik sesuai dengan syaratnya, tetapi bersikap bakhil dalam doanya dan menyangka Alllah tidak mampu mengabulkan doanya, padahal Dia dzat Yang Maha Mengabulkan doa dan tidak pernah habis pemberian-Nya. [Fathul Bari 11/145].

Syaikh Al-Mubarak Furi berkata bahwa Imam Al-Madzhari berkata : Barangsiapa yang bosan dalam berdoa, maka doanya tidak terkabulkan sebab doa adalah ibadah baik dikabulkan atau tidak, seharusnya seseorang tidak boleh bosan beribadah. Tertundanya permohonan boleh jadi belum waktunya doa tersebut dikabulkan karena segala sesuatu telah ditetapkan waktu terjadinya, sehingga segala sesuatu yang belum waktunya tidak akan mungkin terjadi, atau boleh jadi permohonan tersebut tidak terkabulkan dengan tujuan Allah mengganti doa tersebut dengan pahala, atau boleh jadi doa tersebut tertunda pengabulannya agar orang tersebut rajin berdoa sebab Allah sangat senang terhadap orang yang rajin berdoa karena doa memperlihatkan sikap rendah diri, menyerah dan merasa membutuhkan Allah. Orang sering mengetuk pintu akan segera dibukakan pintu dan begitu pula orang yang sering berdoa akan segera dikabulkan doanya. Maka seharusnya setiap kaum Muslimin tidak boleh meninggalkan berdoa. [Mir'atul Mafatih 7/349].

Syubhat.

Allah berfirman.

"Artinya : Berdoalah kepada-Ku, niscaya akan Kuperkenankan bagimu". (Ghafir : 60).

Banyak orang yang berdoa tetapi tidak dikabulkan, kalau seandainya ayat tersebut sesuai dengan zhahirnya pasti tidak mungkin doa tersebut ditolak.

Hafizh Ibnu Hajar menjawab bahwa setiap orang yang berdoa pasti terkabulkan tetapi dengan bentuk pengkabulan yang berbeda-beda, terkadang apa yang diminta terkabulkan, atau terkadang diganti dengan sesuatu pemberian lain, sebagaimana hadits dari 'Ubadah bin Shamit bahwasanya NabiShallallahu 'alaihi wa sallam bersabda.

"Artinya : Tidak ada seorang muslim di dunia berdoa memohon suatu permohonan melainkan Allah pasti mengabulkannya atau menghilangkan daripadanya keburukan yang semisalnya". [Fathul Bari 11/98].

[6] &[ 7] Hendaknya Berdoa Dengan Hati Yang Khusyu' Dan Yakin Bahwa Doanya Pasti Akan Dikabulkan

Dari Abdullah bin Amr bahwasanya Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda.

"Artinya : Hati itu laksana wadah dan sebahagian wadah ada yang lebih besar dari yang lainnya, maka apabila kalian memohon kepada Allah, maka mohonlah kepada-Nya sedangkan kamu merasa yakin akan dikabulkan karena sesungguhnya Allah tidak akan mengabulkan doa dari hati yang lalai". [Musnad Ahmad 2/177, Mundziri dalam kitab Targhib 2/478, Al-Haitsami dalam Majma Zawaid 10/148]

Syaikh Al-Mubarak Furi berkata bahwa yang dimaksud dengan sabda Nabi : " dan kalian yakin akan dikabulkan", adalah pengharusan artinya berdoalah sementara kalian bersikap dengan sifat yang menjadi penyebab terkabulnya doa. Imam Al-Madzhari berkata bahwa hendaknya orang yang bedoa merasa yakin bahwa Allah akan mengabulkan doanya sebab sebuah doa tertolak mungkin disebabkan yang diminta tidak mampu mengabulkan atau tidak ada sifat dermawan atau tidak mendengar terhadap doa tersebut, sementara kesemuanya sangat tidak layak menjadi sifat Allah. Allah adalah Dzat Yang Maha Pemurah, Maha Tahu dan Maha Kuasa yang tidak menghalangi doa hamba-Nya. Jika seorang hamba tahu bahwa Allah tidak mungkin menghalangi doa hamba-Nya, maka seharusnya kita berdoa kepada Allah dan merasa yakin bahwa doanya akan dikabulkan oleh Allah.

Seandainya ada orang yang mengatakan bahwa kita dianjurkan agar kita selalu yakin bahwa doa kita akan terkabulkan dan keyakinan itu akan muncul jika doa pasti dikabulkan, sementara kita melihat sebagian orang terkabul doanya dan sebagian yang lainnya tidak terkabulkan, bagaimana kita bisa yakin ?

Jawab.
Orang yang berdoa pasti terkabulkan dan pemintaannya pasti diberikan kecuali bila dalam catatan azali Allah doa tersebut tidak mungkin dikabulkan akan tetapi dia akan dihindarkan oleh Allah dari musibah semisalnya dengan permohonan yang dia minta sebagaimana yang telah disebutkan dalam hadits. Atau diberi ganti yang berupa pahala dan derajat di akhirat. Karena doa adalah ibadah dan barangsiapa yang beribadah dengan baik, maka tidak mungkin akan dihalangi dari pahala.

Yang dimaksud dengan sabda Nabi : "dari hati yang lalai" adalah hati yang berpaling dari Allah atau berpaling dari yang dimintanya. [Mir'atul Mafatih 7/360-361].


[Disalin dari buku Jahalatun nas fid du'a, edisi Indonesia Kesalahan Dalam Berdo'a oleh Ismail bin Marsyud bin Ibrahim Ar-Rumaih, hal 158-167, terbitan Darul Haq, penerjemah Zaenal Abidin, Lc.]

ORANG YANG DIKABULKAN DO'ANYA





Oleh Ismail bin Marsyud bin Ibrahim Ar-Rumaih



Banyak orang yang tidak bisa memanfaatkan kesempatan untuk berdoa, padahal boleh jadi seseorang itu tergolong yang mustajab doanya tetapi kesempatan baik itu banyak disia-siakan. Maka seharusnya setiap muslim memanfaatkan kesempatan tersebut untuk berdoa sebanyak mungkin baik memohon sesuatu yang berhubungan dengan dunia atau akhirat.

Di antara orang-orang yang doanya mustajab.

[1]. Doa Seorang Muslim Terhadap Saudaranya Dari Tempat Yang Jauh

Dari Abu Darda' bahwa dia berkata bahwasanya Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda.

"Artinya : Tidaklah seorang muslim berdoa untuk saudaranya yang tidak di hadapannya, maka malaikat yang ditugaskan kepadanya berkata : "Amin, dan bagimu seperti yang kau doakan". [Shahih Muslim, kitab Doa wa Dzikir bab Fadli Doa fi Dahril Ghalib].

Imam An-Nawawi berkata bahwa hadits di atas menjelaskan tentang keutamaan seorang muslim mendoakan saudaranya dari tempat yang jauh, jika seandainya dia mendoakan sejumlah atau sekelompok umat Islam, maka tetap mendapatkan keutamaan tersebut. Oleh sebab itu sebagian ulama salaf tatkala berdoa untuk diri sendiri dia menyertakan saudaranya dalam doa tersebut, karena disamping terkabul dia akan mendapatkan sesuatu semisalnya. [Syarh Shahih Muslim karya Imam An-Nawawi 17/49]

Dari Shafwan bin Abdullah bahwa dia berkata : Saya tiba di negeri Syam lalu saya menemui Abu Darda' di rumahnya, tetapi saya hanya bertemu dengan Ummu Darda' dan dia berkata : Apakah kamu ingin menunaikan haji tahun ini ? Saya menjawab : Ya. Dia berkata : Doakanlah kebaikan untuk kami karena Rasulullah Shallallahu 'alaihi wasallam bersabda.

"Artinya : Doa seorang muslim untuk saudaranya yang tidak ada di hadapannya terkabulkan dan disaksikan oleh malaikat yang ditugaskan kepadanya, tatkala dia berdoa untuk saudaranya, maka malaikat yang di tugaskan kepadanya mengucapkan : Amiin da bagimu seperti yang kau doakan". Shafwan berkata : "Lalu saya keluar menuju pasar dan bertemu dengan Abu Darda', beliau juga mengutarakan seperti itu dan dia meriwayatkannya dari Nabi. [Shahih Muslim, kitab Dzikir wa Doa bab Fadlud Doa Lil Muslimin fi Dahril Ghaib 8/86-87]

Syaikh Al-Mubarak Furi berkata bahwa jika seorang muslim mendoakan saudaranya kebaikan dari tempat yang jauh dan tanpa diketahui oleh saudara tersebut, maka doa tersebut akan dikabulkan, sebab doa seperti itu lebih berbobot dan ikhlas karena jauh dari riya dan sum'ah serta berharap imbalan sehingga lebih diterima oleh Allah. [Mir'atul Mafatih 7/349-350]

Catatan.
Al-Hafizh Ibnu Hajar berkata bahwa Imam Karmani menukil dari Al-Qafary bahwa ucapan doa seorang : "Ya Allah ampunilah dosa semua kaum muslimin" adalah doa terhadap sesuatu yang mustahil sebab pelaku dosa besar mungkin masuk Neraka dan masuk Neraka bertolak belakang dengan permohonan pengampunan, bisa saja pelaku dosa besar di doakan, sebab yang mustahil adalah mendoakan pelaku dosa besar yang kekal di Neraka, selagi masih bisa keluar karena syafaat atau dimaafkan, maka itu termasuk pengampunan secara keseluruhan.

Ucapan orang di atas bertentangan dengan doa Nabi Nuh 'Alaihis Salam dalam firman Allah Subhanahu wa Ta'ala.

"Artinya : Ya Rabb! Ampunilah aku, ibu bapakku, orang-orang mukmin yang masuk ke rumahku dan semua orang yang beriman laki-laki dan perempuan". [Nuh : 28].

Dan juga bertentangan dengan doa Nabi Ibrahim 'Alaihis Salam dalam firman Allah Subhanahu wa Ta'ala.

"Artinya : Ya Rabbi, ampunilah aku dan kedua ibu bapakku dan sekalian orang-orang mukmin pada hari terjadinya hisab". [Ibrahim : 41]

Serta Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam juga diperintahkan seperti itu yang
terdapat dalam firman Allah Subhanahu wa Ta'ala.

"Artinya : Dan mohonlah ampunan bagi dosamu dan bagi (dosa) orang-orang mukmin, laki-laki dan perempuan". [Muhammad : 19]

Yang jelas permohonan dengan lafazh umum tidak mengharuskan permohonan untuk setiap orang secara kolektif. Mungkin yang dimaksud oleh Al-Qafary bahwa mendoakan kaum muslimin secara kolektif dilarang bila seorang yang berdoa menginginkan keseluruhan tanpa pengecualian dan bukan pelarangan terhadap syariat doanya. [Fathul Bari 11/202]

[2]. Orang yang Memperbanyak Berdoa Pada Saat Lapang Dan Bahagia

Dari Abu Hurairah Radhiyallahu 'anhu bahwasanya Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda.

"Artinya :Barangsiapa yang ingin doanya terkabul pada saat sedih dan susah, maka hendaklah memperbanyak berdoa pada saat lapang". [Sunan At-Tirmidzi, kitab Da'awaat bab Da'watil Muslim Mustajabah 12/274. Hakim dalam Mustadrak. Dishahihkan oleh Imam Dzahabi 1/544. Dan di hasankan oleh Al-Albani No. 2693].

Syaikh Al-Mubarak Furi berkata bahwa makna hadits di atas adalah hendaknya seseorang memperbanyak doa pada saat sehat, kecukupan dan selamat dari cobaan, sebab ciri seorang mukmin adalah selalu dalam keadaan siaga sebelum membidikkan panah. Maka sangat baik jika seorang mukmin selalu berdoa kepada Allah sebelum datang bencana berbeda dengan orang kafir dan zhalim sebagaimana firman Allah Subhanahu wa Ta'ala.

"Artinya : Dan apabila manusia itu ditimpa kemudharatan, dia memohon (pertolongan) kepada Tuhannya dengan kembali kepada-Nya ; kemudian apabila Tuhan memberikan nikmat-Nya kepadanya lupalah dia akan kemudharatan yang pernah dia berdoa (kepada Allah) untuk (menghilangkannya) sebelum itu". [Az-Zumar : 8].

Dan firman Allah.

"Artinya : Dan apabila manusia ditimpa bahaya dia berdoa kepada Kami dalam keadaan berbaring, duduk atau berdiri, tetapi setelah Kami hilangkan bahaya itu daripadanya, dia (kembali) melalui (jalannya yang sesat), seolah-olah dia tidak pernah berdoa kepada Kami untuk (menghilangkan) bahaya yang telah menimpanya". [Yunus : 12. Mir'atul Mafatih 7/360]

Wahai orang yang ingin dikabulkan doanya, perbanyaklah berdoa pada waktu lapang agar doa Anda dikabulkan pada saat lapang dan sempit.

3]. Orang Yang Teraniaya

Dari Mu'adz bin Jabal Radhiyallahu 'anhu bahwasanya Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda.

"Artinya : Takutlah kepada doa orang-orang yang teraniyaya, sebab tidak ada hijab antaranya dengan Allah (untuk mengabulkan)". [Shahih Muslim, kitab Iman 1/37-38]

Dari Abu Hurairah bahwa dia berkata bahwasanya Rasulullah bersabda.

"Artinya : Doanya orang yang teraniaya terkabulkan, apabila dia seorang durhaka, maka kedurhakaannya akan kembali kepada diri sendiri". [Musnad Ahmad 2/367. Dihasankan sanadnya oleh Mundziri dalam Targhib 3/87 dan Haitsami dalam Majma' Zawaid 10/151, dan Imam 'Ajluni No. 1302]

[4] & [5]. Doa Orang Tua Terhadap Anaknya Dan Doa Seorang Musafir.

Dari Abu Hurairah Radhiyallahu 'anhu bahwasanya Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda.

"Artinya : Tiga orang yang doanya pasti terkabulkan ; doa orang yang teraniyaya;doa seorang musafir dan doa orang tua terhadap anaknya". [Sunan Abu Daud, kitab Shalat bab Do'a bi Dhahril Ghaib 2/89. Sunan At-Tirmidzi, kitab Al-Bir bab Doaul Walidain 8/98-99. Sunan Ibnu Majah, kitab Doa 2/348 No. 3908. Musnad Ahmad 2/478. Dihasankan Al-Albani dalam Silsilah Shahihah No. 596]

[6]. Doa Orang Yang Sedang Puasa

Dari Anas bin Malik Radhiyallahu 'anhu bahwa dia berkata bahwasanya Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda.

"Artinya : Tiga doa yang tidak ditolak ; doa orang tua terhadap anaknya ; doa orang yang sedang berpuasa dan doa seorang musafir". [Sunan Baihaqi, kitab Shalat Istisqa bab Istihbab Siyam Lil Istisqa' 3/345. Dishahihkan oelh Al-Albani dalam Silsilah Shahihah No. 1797].

[7]. Doa Orang Dalam Keadaan Terpaksa.

Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman.

"Artinya : Atau siapakah yang memperkenankan (doa) orang yang dalam kesulitan apabila ia berdoa kepadanya, dan yang menghilangkan kesusahan dan yang menjadikan kamu (manusia) sebagai khalifah di bumi ? Apakah disamping Allah ada tuhan (yang lain)? Amat sedikitlah kamu menginga(Nya)". [An-Naml : 62]

Imam As-Syaukani berkata bahwa ayat diatas menjelaskan betapa manusia sangat membutuhkan Allah dalam segala hal terlebih orang yang dalam keadaan terpaksa yang tidak mempunyai daya dan upaya. Sebagian ulama berpendapat bahwa yang dimaksud dengan orang terpaksa adalah orang-orang yang berdosa dan sebagian yang lain berpendapat bahwa yang dimaksud terpaksa adalah orang-orang yang hidup dalam kekurangan, kesempitan atau sakit, sehingga harus mengadu kepada Allah. Dan huruf lam dalam kalimat Al-Mudhthar untuk menjelaskan jenis bukan istighraq (keseluruhan). Maka boleh jadi ada sebagian orang yang berdoa dalam keadaan terpaksa tidak dikabulkan dikarenakan adanya penghalang yang menghalangi terkabulnya doa tersebut. Jika tidak ada penghalang, maka Allah telah menjamin bahwa doa orang dalam keadaan terpaksa pasti dikabulkan. Yang menjadi alasan doa tersebut dikabulkan karena kondisi terpaksa bisa mendorong seseorang untuk ikhlas berdoa dan tidak meminta kepada selain-Nya. Allah telah mengabulkan doa orang-orang yang ikhlas berdoa meskipun dari orang kafir, sebagaimana firman Allah.

"Artinya : Sehingga tatkala kamu di dalam bahtera, dan meluncurkan bahtera itu membawa orang-orang yang ada di dalamnya dengan tiupan angin yang baik, dan mereka bergembira karenanya, datanglah angin badai, dan (apabila) gelombang dari segenap penjuru menimpanya, dan mereka yakin bahwa mereka telah terkepung (bahaya), maka mereka berdoa kepada Allah dengan mengikhlaskan keta'atan kepada-Nya semata-mata'. (Mereka berkata) : 'Sesungguhnya jika Engkau menyelamatkan kami dari bahaya ini, pastilah kami termasuk orang-orang yang bersyukur". [Yunus : 22]

Dan Allah berfirman dalam ayat lain

"Artinya : Maka tatkala Allah menyelamatkan mereka sampai ke darat, tiba-tiba mereka (kembali) mempersekutukan (Alla)". [Al-Ankabut : 65].

Dari ayat di atas Allah mengabulkan doa mereka, padahal Allah tahu bahwa mereka pasti akan kembali kepada kesyirikan. [Fathul Qadir 4/146-147]

Imam Ibnu Katsir berkata bahwa Imam Hafizh Ibnu 'Asakir mengisahkan seorang yang bernama Abu Bakar Muhammad bin Daud Ad-Dainuri yang terkenal dengan kezuhudannya. Orang tersebut berkata : "Saya menyewakan kuda tunggangan dari Damaskus ke negeri Zabidany, pada satu ketika ada seorang menyewa kuda saya dan meminta untuk melewati jalan yang tidak pernah saya kenal sebelumnya", Dia berkata : "Ambillah jalan ini karena lebih dekat". Saya bertanya : "Bolehkah saya memilih jalan ini", Dia berkata : "Bahkan jalan ini lebih dekat". Akhirnya kami berdua menempuh jalan itu sehingga kami sampai pada suatu tempat yang angker dan jurangnya yang sangat curam yang di dalamnya terdapat banyak mayat. Orang tersebut berkata : "Peganglah kepala kudamu, saya akan turun". Setelah dia turun dan menyingsingkan baju lalu menghunuskan golok bermaksud ingin membunuh saya, lalu saya melarikan diri darinya, akan tetapi dia mampu mengejarku. Saya katakan kepadanya : "Ambillah kudaku dan semua yang ada padanya". Dia berkata : "Kuda itu sudah milikku, tetapi aku ingin membunuhmu". Saya mencoba menasehati agar dia takut kepada Allah dan siksaan-Nya tetapi ternyata dia seorang yang tidak mudah menerima nasehat, akhirnya saya menyerahkan diri kepadanya.

Saya berkata kepadanya : "Apakah anda mengizinkan saya untuk shalat?" Dia berkata : "Cepat shalatlah!" Lalu saya beranjak untuk shalat akan tetapi badan saya gemetar sehingga saya tidak mampu membaca ayat Al-Qur'an sedikitpun dan hanya berdiri kebingungan. Dia berkata : "cepat selesaikan shalatmu!", maka setelah itu seakan-akan Allah membukakan mulut saya dengan suatu ayat yang berbunyi.

"Artinya : Atau siapakah yang memperkenankan (doa) orang yang dalam kesulitan apabila ia berdoa kepadanya, dan yang menghilangkan kesusahan". [An-Naml : 62]

Tidak terduga muncul dari mulut bukit seorang satria datang ke arah kami dengan menggemgam tombak di tangannya, lalu melempar tombak tersebut ke arah orang tadi dan tombak pun mengenai jantungnya lalu seketika itu orang tersebut langsung mati terkapar. Setelah itu, maka saya memegang erat-erat satria tersebut dan saya bertanya : "Demi Allah siapakah engkau sebenarnya?" Dia mejawab : "Saya adalah utusan Dzat Yang Maha Mengabulkan permohonan orang-orang yang dalam keadaan terpaksa tatkala dia berdoa dan menghilangkan segala malapetaka". Kemudian saya mengambil kuda dan semua harta lalu pulang dalam keadaan selamat. [Tafsir Ibnu Katsir 3/370-371]

[Disalin dari buku Jahalatun nas fid du'a, edisi Indonesia Kesalahan Dalam Berdoa oleh Ismail bin Marsyud bin Ibrahim Ar-Rumaih, hal 168-174, terbitan Darul Haq, penerjemah Zaenal Abidin, Lc]

http://almanhaj.or.id/content/97/slash/0

WAKTU-WAKTU YANG MUSTAJAB





Oleh Ismail bin Marsyud bin Ibrahim Ar-Rumaih







Allah memberikan masing-masing waktu dengan keutamaan dan kemuliaan yang berbeda-beda, diantaranya ada waktu-waktu tertentu yang sangat baik untuk berdoa, akan tetapi kebanyakan orang menyia-nyiakan kesempatan baik tersebut. Mereka mengira bahwa seluruh waktu memiliki nilai yang sama dan tidak berbeda. Bagi setiap muslim seharusnya memanfaatkan waktu-waktu yang utama dan mulia untuk berdoa agar mendapatkan kesuksesan, keberuntungan, kemenangan dan keselamatan. Adapun waktu-waktu mustajabah tersebut antara lain.

[1]. Sepertiga Akhir Malam

Dari Abu Hurairah Radhiyallahu 'anhu bahwasanya Rasulullah Shallallahu 'alaihi wasallam bersabda.

"Artinya : Sesungguhnya Rabb kami yang Maha Berkah lagi Maha Tinggi turun setiap malam ke langit dunia hingga tersisa sepertiga akhir malam, lalu berfirman ; barangsiapa yang berdoa, maka Aku akan kabulkan, barangsiapa yang memohon, pasti Aku akan perkenankan dan barangsiapa yang meminta ampun, pasti Aku akan mengampuninya". [Shahih Al-Bukhari, kitab Da'awaat bab Doa Nisfullail 7/149-150]

[2]. Tatkala Berbuka Puasa Bagi Orang Yang Berpuasa

Dari Abdullah bin 'Amr bin 'Ash Radhiyallahu 'anhu bahwa dia mendengar Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda.

"Artinya : Sesungguhnya bagi orang yang berpuasa pafa saat berbuka ada doa yang tidak ditolak". [Sunan Ibnu Majah, bab Fis Siyam La Turaddu Da'watuhu 1/321 No. 1775. Hakim dalam kitab Mustadrak 1/422. Dishahihkan sanadnya oleh Bushairi dalam Misbahuz Zujaj 2/17].

[3]. Setiap Selepas Shalat Fardhu

Dari Abu Umamah, sesungguhnya Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam ditanya tentang doa yang paling didengar oleh Allah Subhanahu wa Ta'ala, beliau menjawab.

"Artinya : Di pertengahan malam yang akhir dan setiap selesai shalat fardhu".
[Sunan At-Tirmidzi, bab Jamiud Da'awaat 13/30. Dishahihkan oleh Al-Albani dalam Shahih Sunan At-Tirmidzi 3/167-168 No. 2782].

[4]. Pada Saat Perang Berkecamuk

Dari Sahl bin Sa'ad Radhiyallahu 'anhu bahwa Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa
sallam bersabda.

"Artinya : Ada dua doa yang tidak tertolak atau jarang tertolak ; doa pada saat adzan dan doa tatkala peang berkecamuk". [Sunan Abu Daud, kitab Jihad 3/21 No. 2540. Sunan Baihaqi, bab Shalat Istisqa' 3/360. Hakim dalam Mustadrak 1/189. Dishahihkan Imam Nawawi dalam Al-Adzkaar hal. 341. Dan Al-Albani dalam Ta'liq Alal Misykat 1/212 No. 672].

[5]. Sesaat Pada Hari Jum'at

Dari Abu Hurairah Radhiyallahu 'anhu bahwa Abul Qasim Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda.

"Artinya : Sesungguhnya pada hari Jum'at ada satu saat yang tidak bertepatan
seorang hamba muslim shalat dan memohon sesuatu kebaikan kepada Allah melainkan akan diberikan padanya, beliau berisyarat dengan tangannya akan sedikitnya waktu tersebut". [Shahih Al-Bukhari, kitab Da'awaat 7/166. Shahih Muslim, kitab Jumuh 3/5-6]

Waktu yang sesaat itu tidak bisa diketahui secara persis dan masing-masing riwayat menyebutkan waktu tersebut secara berbeda-beda, sebagaimana yang telah disebutkan oleh Ibnu Hajar dalam Fathul Bari 11/203.

Dan kemungkinan besar waktu tersebut berada pada saat imam atau khatib naik mimbar hingga selesai shalat Jum'at atau hingga selesai waktu shalat ashar bagi orang yang menunggu shalat maghrib.

[6]. Pada Waktu Bangun Tidur Pada Malam Hari Bagi Orang Yang Sebelum Tidur Dalam Keadaan Suci dan Berdzikir Kepada Allah

Dari 'Amr bin 'Anbasah Radhiyallahu 'anhu bahwa Rasulullah Shallallahu 'alaihi wasallam bersabda.

"Artinya :Tidaklah seorang hamba tidur dalam keadaan suci lalu terbangun padamalam hari kemudian memohon sesuatu tentang urusan dunia atau akhirat melainkan Allah akan mengabulkannya". [Sunan Ibnu Majah, bab Doa 2/352 No. 3924. Dishahihkan oleh Al-Mundziri 1/371 No. 595]

Terbangun tanpa sengaja pada malam hari.[An-Nihayah fi Gharibil Hadits 1/190]
Yang dimaksud dengan "ta'ara minal lail" terbangun dari tidur pada malam hari.

[7]. Doa Diantara Adzan dan Iqamah

Dari Anas bin Malik Radhiyallahu 'anhu bahwa Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa
sallam bersabda.

"Artinya : Doa tidak akan ditolak antara adzan dan iqamah". [Sunan Abu Daud, kitab Shalat 1/144 No. 521. Sunan At-Tirmidzi, bab Jamiud Da'waat 13/87. Sunan Al-Baihaqi, kitab Shalat 1/410. Dishahihkan oleh Al-Albani, kitab Tamamul Minnah hal. 139]

[8]. Doa Pada Waktu Sujud Dalam Shalat

Dari Ibnu Abbas Radhiyallahu 'anhu bahwa Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda.

"Artinya : Adapun pada waktu sujud, maka bersungguh-sungguhlah berdoa sebab saat itu sangat tepat untuk dikabulkan". [Shahih Muslim, kitab Shalat bab Nahi An Qiratul Qur'an fi Ruku' wa Sujud 2/48]

Yang dimaksud adalah sangat tepat dan layak untuk dikabulkan doa kamu.

[9]. Pada Saat Sedang Kehujanan

Dari Sahl bin a'ad Radhiyallahu 'anhu bahwasanya Rasulullah Shallallahu 'alaihi wasallam bersabda.

"Artinya : Dua doa yang tidak pernah ditolak ; doa pada waktu adzan dan doa pada waktu kehujanan". [Mustadrak Hakim dan dishahihkan oleh Adz-Dzahabi 2/113-114. Dishahihkan oleh Al-Albani dalam Shahihul Jami' No. 3078].

Imam An-Nawawi berkata bahwa penyebab doa pada waktu kehujanan tidak ditolak atau jarang ditolak dikarenakan pada saat itu sedang turun rahmat khususnya curahan hujan pertama di awal musim. [Fathul Qadir 3/340].

[10]. Pada Saat Ajal Tiba

Dari Ummu Salamah bahwa Rasulullah mendatangi rumah Abu Salamah (pada hari wafatnya), dan beliau mendapatkan kedua mata Abu Salamah terbuka lalu beliau memejamkannya kemudian bersabda.

"Artinya : Sesungguhnya tatkala ruh dicabut, maka pandangan mata akan
mengikutinya'. Semua keluarga histeris. Beliau bersabda : 'Janganlah kalian berdoa untuk diri kalian kecuali kebaikan, sebab para malaikat mengamini apa yang kamu ucapkan". [Shahih Muslim, kitab Janaiz 3/38]

[11]. Pada Malam Lailatul Qadar

Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman.

"Artinya : Malam kemuliaan itu lebih baik dari seribu bulan. Pada malam itu turun malaikat-malaikat dan malaikat Jibril dengan izin Tuhannya untuk mengatur segala urusan. Malam itu penuh kesejahteraan sampai terbit fajar". [Al-Qadr : 3-5]

Imam As-Syaukani berkata bahwa kemuliaan Lailatul Qadar mengharuskan doa setiap orang pasti dikabulkan. [Tuhfatud Dzakirin hal. 56]

[12]. Doa Pada Hari Arafah

Dari 'Amr bin Syu'aib Radhiyallahu 'anhu dari bapaknya dari kakeknya bahwasanya Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda.

"Artinya : Sebaik-baik doa adalah pada hari Arafah". [Sunan At-Tirmidzi, bab
Jamiud Da'waat 13/83. Dihasankan oleh Al-Albani dalam Ta'liq alal Misykat 2/797 No. 2598]

[Disalin dari buku Jahalatun nas fid du'a, edisi Indonesia Kesalahan Dalam Berdoa, oleh Ismail bin Marsyud bin Ibrahim Ar-Rumaih, hal 181-189, terbitan Darul Haq, penerjemah Zainal Abidin Lc]

http://almanhaj.or.id/content/101/slash/0

BERDO’A KEPADA SELAIN ALLAH

Oleh Ismail bin Marsyud bin Ibrahim Ar-Rumaih



Di beberapa tempat banyak orang mengaku beragama Islam, tetapi mereka ber’doa kepada selain Allah baik kepada benda-benda hidup maupun yang mati, seperti nabi, para wali dan semisalnya. Mereka mengajukan berbagai macam permohonan agar terhindar dari mara bahaya dan agar dipenuhi berbagai kebutuhan mereka. Perbuatan tersebut jelas syirik besar dan jika pelakunya meninggal sebelum bertaubat, maka ia kekal di neraka. Karena do’a adalah ibadah dan menunjukkan ibadah kepada selain Allah adalah syirik besar sebagaimana firman Allah.

“Artinya : Dan janganlah kamu menyembah apa-apa yang tidak memberi manfaat dan tida (pula) memberi madharat kepada selain Allah ; sebab jika kamu berbuat (yang demikian) itu, maka sesungguhnya kamu kalau begitu termasuk orang-orang yang zhalim” [Yunus : 106]

Sayikh Abdul Aziz bin Baz rahimahullah ditanya tentang orang yang berziarah kubur dab bertawassul dengan para penghinunya.

Beliau menjawab : Apabila berziarah kubur untuk memohon dan ber-taqarrub serta mempersembahkan sembelihan kepada penghuninya, nadzar dan beristighatsah dengannya, maka demikian itu termasuk perbuatan syirik besar, bergitupula permohonan yang ditujukan kepada para wali baik yang masih hidup atau mati dan mereka berkeyakinan bahwa para wali tersebut bisa memberi manfaat atau madharat dan bisa mengabulkan permohonan serta memberi kesembuhan kepada orang yang sakit, maka perbuatan tersebut adalah syirik, semoga Allah melindungi kita darinya. Perbuatan tersebut juga menyerupai perbuatan orang-orang musyrik terdahulu yang menjadikan patung Latta, Uzza, sebagai tuhan-tuhan selain Allah.

Seharusnya para pemimpin di negeri Islam menegakkan hukum Allah ; menindak tegas dan menghentikan segala macam perbuatan syirik serta menghancurkan setiap tempat kesyirikan seperti bangunan kuburan sebab bangunan tersebut disamping haram juga menjadi penyebab kemusyrikan. [Fatawa wa Tanbihaat wa Nashaih hal. 245-246]

[Disalin dari buku Jahalatun Nas Fid Du’a edisi Indonesia Kesalahan Dalam Berdo’a, Penulis Ismail bin Marsyud bin Ibrahim Ar-Rumaih, Penerjemah Zainal Abidin, Penerbit Darul Haq]

MEMOHON KEPADA ALLAH DENGAN KEDUDUKAN PARA NABI ATAU ORANG SHALIH

Oleh Ismail bin Marsyud bin Ibrahim Ar-Rumaih



Lajnah Da’imah Lil Ifta ditanya : “Apakah boleh seseorang memohon kepada Allah dengan perantara para nabi dan orang-orang shalih, sebab di antara para ulama ada yang membolehkan, karena do’a tersebut tetap ditujukan kepada Allah dan sebagian mereka ada yang melarangnya. Bagaimanakah hukum Islam dalam masalah ini ?”

Jawaban.
Wali adalah setiap orang yang beriman dan bertakwa kepada Allah dengan mengerjakan perintahNya dan menjauhi laranganNya. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman.

“Artinya : Ingatlah, sesungguhnya wali-wali Allah itu, tidak ada kekhawatiran terhadap mereka dan tidak (pula) mereka bersedih hati. (Yaitu) orang-orang yang beriman dan mereka selalu bertakwa” [Yunus : 61-62]

Macam-macam tawassul kepada Allah dengan perantara wali-waliNya.

Pertama.
Seseorang bertawasul dengan do’a seorang wali yang masih hidup, dengan do’a wali tersebut Allah meluaskan rizkinya atau memberi kesembuhan, hidayah dan taufik atau semisalnya. Sebagaimana yang dilakukan para sahabat tatkala hujan tak kunjung datang, mereka bertawasul kepada Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam untuk memohon agar turun hujan, seketika itu beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam memohon kepada Allah supaya menurunkan hujan. Tidak lama kemudian do’a beliau dikabulkan oleh Allah dan turunlah hujan dengan lebat. [Shahih Muslim, kitab Al-Istisqa bab Do’a Fil istisqa 3/24-25]

Contoh lain para sahabat yang bertawassul kepada Abbas di zaman Khalifah Umar bin Khaththab Radhiyallahu ‘anhu meminta agar beliau berdo’a kepada Allah untuk memohon diturunkan hujan. Lalu Abbas bin Abu Thalib Radhiyallahu ‘anhu bedo’a kepada Allah yang diamini para sahabat. [Shahih Al-Bukhari, bab Istisqa Fi Yaumil Jum’ah 2/18]

Bertawasul dengan do’a orang shalih yang masih hidup untuk mendatangkan manfa’at atau menghilangkan madharat sering terjadi pada zaman Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam dan para sahabat.

Kedua.
Bertawasul kepada Allah dengan perantara cinta kepada Nabi dan mengikutinya atau cinta kepada para wali dengan mengucapkan : ‘Ya Allah dengan perantara kecintaan dan ketaatanku kepada NabiMu atau kecintaanku kepada para waliMu, maka kabulkanlah permintaanku.

Demikian itu boleh karena termasuk tawassul dengan amal shalih sebagaimana tawassulnya orang-orang yang terperangkap di dalam goa lalu mereka bertawassul kepada Allah dengan amal shalih mereka masing-masing. [Shahih Al-Bukhari, kitab Badul Khalq 4/147-148]

Ketiga.
Bertawassul kepada Allah dengan perantara kedudukan para nabi dan para wali dengan mengucapkan : “Ya Allah saya bertawassul kepadaMu dengan perantara kedudukan para nabi atau kedudukan Husain, maka kabulkanlah permintaanku. Meskipun kedudukan para nabi dan wali sangat agung khususnya Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam, akan tetapi kedudukan tersebut bukan menjadi penyebab terkabulkannya do’a. Oleh sebab itu tatkala Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam telah wafat, maka para sahabat Shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak bertawassul dengan kedudukan Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam akan tetapi datang kepada paman beliau yang masih hidup untuk berdo’a kepada Allah agar diturunkan hujan. Padahal kedudukan Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah sangat tinggi dan mulia di atas mereka, akan tetapi tidak ada sahabatpun yang bertawassul dengan kedudukan Nabi setelah wafatnya. Sementara mereka adalah generasi umat terbaik yang paling tahu tentang kedudukan beliau dan generasi yang sangat menctainya.

Keempat.
Berdo’a kepada Allah dengan bertawassul dan bersumpah dengan kedudukan para wali atau para nabi seperti ucapan mereka : Ya Allah demi kedudukan para waliMu atau para nabiMu, kabulkanlah permintaanku. Hal tersebut dilarang karena bersumpah dengan makhluk untuk makhluk saja tidak boleh apalagi bersumpah dengan makhluk untuk khalik (Pencipta). Tidak ada keharusan untuk bersumpah dengan kedudukan para wali dengan anggapan mereka lebih dekat kepada Allah.

Inilah penjelasan yang sesuai dengan dalil-dalil dan sangat relevan dengan tujuan untuk menjaga kemurnian aqidah dan kesyirikan. [Fatawa Islamiyah 1/48-49]

Faedah.
Tujuan meminta do’a dari seseorang yang mustajab doanya adalah memohon manfaat untuk orang yang dimintakan dan orang yang meminta. Sebab orang yang mendo’akan orang lain dari tempat yang jauh, para malaikat pasti berkata kepadanya : Bagimu kebaikan seperti yang kamu mintakan untuknya. Sebaiknya tujuan meminta do’a bukan hanya untuk kemanfaatan bagi yang meminta saja, sebab dapat merendahkan kehormatannya meskipun hal itu dibolehkan.[Fawaid Muntaqa’ Syarh Kitab Tauhid oleh Syaikh Utsaimin hal.76]

[Disalin dari buku Jahalatun Nas Fid Du’a edisi Indonesia Kesalahan Dalam Berdo’a, Penulis Ismail bin Marsyud bin Ibrahim Ar-Rumaih, Penerjemah Zainal Abidin, Penerbit Darul Haq]

BURUK SANGKA KEPADA ALLAH

Oleh Ismail bin Marsyud bin Ibrahim Ar-Rumaih




Berburuk sangka kepada Allah merupakan bukti kelemahan iman dan bodohnya seseorang terhadap hak Allah serta tidak memberi pengagungan kepadaNya dengan sebaik-baik pengagungan. Sebagian orang menyangka Allah sebagaimana menyangka makhluk, bahwa Allah tidak mampu mengabulkan segala keinginannya sehingga dia tidak memohon kepada Allah kecuali sedikit sekali. Maha Tinggi Allah dari apa yang mereka sangka.

Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu dan apabila Dia menghendaki sesuatu hanyalah berkata : “Jadilah”, maka terjadilan. Dia Maha Mulia memberi segala sesuatu kepada semua hambaNya hingga kepada hamba yang durhaka sekalipun. Sebaiknya seseorang harus berbaik sangka kepada Allah dan memohon kepadaNya segala sesuatu serta jangan menganggap ada sesuatu yang sulit bagi Allah. Allah Maha Kuasa mengabulkan permohonan hambaNya.

Sebuah hadits dari Abu Dzar Radhiyallahu ‘anhu bahwasanya Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda.

“Artinya : Allah berfirman Wahai hambaKu seandainya orang terdahulu dan sekarang baik dari jin maupun manusia berkumpul di suatu tempat, kemudian mereka semua memohon kepadaKu dan Aku kabulkan seluruh permohonan mereka, maka demikian itu tidak mengurangi sama sekali perbendaharaanKu melainkan seperti berkurangnya air laut tatkala jarum dicelupkan kedalamnya” [Hadits Riwayat Muslim, kitab Al-bir bab Tahrim Zhulm 8/16-17]

Dari Aisyah Radhiyallahu ‘anha bahwasanya Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda.

“Artinya : Berharaplah yang banyak sesungguhnya kamu akan meminta kepada Tuhanmu” [Syarhus Sunnah oleh Imam Al-Baghawi 5/208 no. 1403. Al-Haitsami dalam Majmu Zawaid. Thabrani dalam Al-Ausath 10/150]

Imam Al-Baghawi Rahimahullah berkata bahwa maksudnya adalah berharap dalam hal yang mubah baik tentang urusan dunia atau akhirat. Hendaknya setiap keluhan, permohonan dan harapan diajukan kepada Allah sebagaimana firmanNya.

“Artinya : Dan mohonlah kepada Allah sebagian dari karuniaNya” [An-Nisa : 32]

Bukan berarti kita boleh berharap mendapatkan harta atau nikmat orang lain dengan unsur hasad dan dengki. Jelas ini dilarang Allah, seperti firman Allah.

“Artinya : Dan janganlah kamu iri hati terhadap apa yang dikaruniakan Allah kepada sebahagian kamu lebih banyak dari sebahagian yang lain” [An-Nisa : 32]

Dari Abu Hurairah Radhiyallahu ‘anhu bahwasanya Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda.

“Artinya : Jika kalian berdo’a perbanyaklah keinginannya, sebab Allah tidak menganggap besar terhadap pemberianNya” [Hadits Riwayat Imam Ahmad 2/475. Imam Thabrani dalam kitab Do’a]

Hadits diatas menurut Al-Banna dalam kitab Fathur Rabbani bahwa setiap orang yang berdo’a harus disertai dengan permohonan yang sungguh-sungguh dan mengiba atau memohon sesuatu yang banyak lagi besar berdasarkan sabda Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam : “Sebab Allah tidak menganggap besar terhadap pemerianNya”. Artinya sebesar apapun Allah pasti akan mengabulkanya. [Fathur Rabbani 14/274]

[Disalin dari buku Jahalatun Nas Fid Du’a edisi Indonesia Kesalahan Dalam Berdo’a, Penulis Ismail bin Marsyud bin Ibrahim Ar-Rumaih, Penerjemah Zainal Abidin, Penerbit Darul Haq]
http://almanhaj.or.id/content/579/slash/0

MEMBACA ISTIGHFAR UNTUK ORANG KAFIR

Oleh Ismail bin Marsyud bin Ibrahim Ar-Rumaih




Mendoakan orang kafir agar diberi rahmat dan pengampunan adalah diharamkan, dan barangsiapa yang melakukannya, maka dia telah berdosa dan tidak dikabulkan do’anya.

Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman.

“Artinya : Tidak sepatutnya bagi Nabi dan orang-orang yang beriman memintakan ampun (kepada Allah) bagi orang-orang musyrik walaupun orang-orang musyrik itu adalah kerabat(nya), sesudah jelas bagi mereka, bahwasanya orang-orang musyrik itu, itu adalah penghuni neraka Jahannam. Dan permintaan ampun dari Ibrahim (kepada Allah) untuk bapaknya tidak lain hanyalah karena suatu janji yang telah di-ikrarkannya kepada bapakanya itu. Maka tatkala jelas bagi Ibrahim bahwa bapaknya itu musuh Allah, maka Ibrahim berlepas diri daripadanya. Sesungguhnya Ibrahim adalah seorang yang sangat lembut hatinya lagi penyantun” [At-Taubah : 113-114]

Imam At-Thabari berkata bahwa yang dimaksud dengan ayat di atas, tidak patut bagi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam dan orang-orang yang beriman memintakan ampun kepada Allah untuk orang-orang musyrik meskipun mereka kerabat sendiri, setelah datang penjelasan dari Allah bahwa mereka termasuk penghuni neraka Jahim, artinya setelah mereka meninggal dunia dalam keadaan syirik dan menyembah berhala maka jelas mereka termasuk penghuni neraka. Sebab Allah telah memutuskan bahwa orang yang meninggal dalam keadaan syirik tidak akan diampuni dosanya. Sehingga tidak patut seseorang meminta kepada Allah sesuatu yang telah diketahui bahwa Dia tidak mungkin melakukannya. Jika mereka berhujjah bahwa Nabi Ibrahim memintakan ampun kepada Allah untuk bapaknya, maka jawabannya bahwa permintaan ampun untuk bapaknya tidak lain hanyalah suatu janji yang telah diikrarkan kepada bapaknya. Maka setelah jelas bahwa bapaknya adalah musuh Allah dia meninggalkannya dan beristighfar serta berlepas diri daripadanya dan lebih memilih Allah serta mendahulukan perintahNya. [Tafsir Thabari 11/30]

Dan boleh mendo’akan kejelekan atas mereka agar dibutakan hati mereka dan tidak menerima cahaya iman. Sebagaimana firman Allah.

“Artinya : Musa berkata : ‘Ya Tuhan kami, sesungguhnya Engkau telah memberi kepada Fir’aun dan pemuka-pemuka kaumnya perhiasan dan harta kekayaan dalam kehidupan dunia, ya Tuahn kami –akibatnya mereka menyesatkan (manusia) dari jalan Engkau. Ya Tuhan kami, binasakanlah harta benda mereka, dan kunci matilah hati mereka, maka mereka tidak beriman hingga mereka melihat siksaan yang pedih. Allah berfirman : ‘Sesungguhnya telah diperkenankan permohonan kamu berdua, sebab itu tetaplah kamu berdua pada jalan yang lurus dan janganlah sekali-kali kamu mengikuti jalan orang-orang yang tidak mengetaui” [Yunus : 88-89]

Dari Abdullah Radhiyallahu ‘anhu, dia berkata Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam berdiri shalat di samping Ka’bah, maka datanglah sekumpulan orang Quraisy, ada seorang diantara mereka yang berkata : “Adakah di antara kalian yang mau mencari kotoran onta baik berupa darah, kotoran atau usus-ususnya untuk dibawa kemari dan jika Muhammad sujud, kita letakkan kotoran tersebut diatas pundaknya. Lalu di antara mereka yang paling celaka mencari kotoran dan tatkala Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wa sallam sujud kotoran itu diletakkan di atas pundaknya sehingga beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam tertahan sujudnya. Dan mereka tertawa terbahak-bahak melihat tontonan tersebut. Setelah itu Juwairiyah menyampaikan kejadian tersebut kepada Fatimah, maka Fatimah seegera datang ke tempat kejadian dan dalam keadaan beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersujud Fatimah menyingkirkan kotoran tersebut. Kemudian Fatimah mendatangi mereka dan menghardiknya. Seusai shalat Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam berdo’a : “Ya Allah hancurkanlah kaum Quraisy, Ya Allah hancurkanlah kaum Quraisy, Ya Allah hancurkanlah kaum Quraisy. Kemudian beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam mendo’akan mereka dengan menyebutkan namanya satu persatu ; ‘Ya Allah hancurkan Amr bin Hiysam, Utbah bin Rabi’ah, Syaibah bin Rabi’ah, Walid bin Utbah, Ummayah bin Khalaf, Uqbah bin Abu Muith dan Amarah bin Al-Walid’. Abdullah berkata : “Demi Allah saya menyaksikan mereka semuanya terkapar mati di perang Badr. Dan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam melaknat mereka semua pada waktu perang Badr” [Shahih Al-Bukhari, kitab Ash-Shalat bab Mar’ah Tuthrah ala Mushalla minal ‘Adza 1/131]

Imam Hafizh Ibnu Hajar berkata bahwa sesekali Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam berdo’a kepada Allah agar mereka dihancurkan dan kadang-kadang beliau Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam berdo’a kepada Allah agar mereka diberi hidayah, pada saat Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam mendapat tekanan yang sangat dahsyat, maka beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam menempuh cara yang pertama dan apabila banyak yang beriman dan yang lainnya diharapkan masuk Islam, maka beliau berdo’a kepada Allah agar mereka mendapat hidayah. [Fathul Barii 6/126]

Dibolehkan mendo’akan atas orang kafir agar Allah menahan hujan dari langit atau menurunkannya. Dari Masruq bahwa beliau berkata : Saya datang kepada Abdullah Ibnu Mas’ud dan dia berkata : Setelah lama kaum Quraisy tidak menanggapi ajakan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam, maka beliau berdo’a agar tidak turun hujan kepada mereka dan terjadilah paceklik sehingga banyak yang meninggal dan memakan bangkai atau tulang. Kemudian Abu Sufyan mendatangi Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam dan berkata : ‘Wahai Muhammad, engkau datang menyuruh untuk menyambung kerabat, sesungghnya kaum-mu banyak yang binasa, maka berdo’alah kepada Allah. Lalu beliau memnbaca ayat.

“Artinya : Maka tunggulah hari ketika langit membawa kabut yang nyata” {Ad-Dukhan : 10]

Tetapi mereka kembali kafir kepada Allah sebagaimana firman Allah yang turun pada saat perang Badr.

“Artinya : (Ingatlah) hari (ketika) kami menghantam mereka dengan hantaman yang keras” [Ad-Dukhan : 16]

Dan dalam Riwayat lain dari Mansur bahwsanya Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam berdo’a agar turun hujan, maka seketika itu, hujanpun turun dengan lebat. [Shahih Al-Bukhari, bab Istisqa 2/19]

Dan boleh berdo’a kepada Allah agar diberi hidayah berdasarkan hadits dari Abu Hurairah Radhiyallahu ‘anhu bahwa dia berkata : Thufail bin Amr datang kepada Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam dan berkata : “Sesungguhnya kabilah Daus banyak yang binasa karena mereka sering bermaksiat dan membangkang, maka berdo’alah untuk mereka. Maka Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam berdo’a.

“Artinya : Ya Allah berilah petunjuk kabilah Daus agar masuk Islam” [Shahih Al-Bukhari, kitab Ad-Da’waat bab Do’a 7/167]

[Disalin dari buku Jahalatun Nas Fid Du’a edisi Indonesia Kesalahan Dalam Berdo’a, Penulis Ismail bin Marsyud bin Ibrahim Ar-Rumaih, Penerjemah Zainal Abidin, Penerbit Darul Haq]

MENGGANTUNGKAN DO’A DENGAN KEHENDAK




Oleh Ismail bin Marsyud bin Ibrahim Ar-Rumaih




Sebagian orang ada yang berdo’a : “Semoga Allah memasukkan kita semua ke dalam Surga Insya Allah”, padahal do’a seperti ini dilarang. Seharusnya seseorang berketetapan hati dalam berdo’a dan tidak menggantungkannya dengan kehendak Allah.

Dari Abu Hurairah Radhiyallahu ‘anhu bahwasanya Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda.

“Artinya : Janganlah di antara kalian berdo’a dengan mengucapkan : “Ya Allah, ampunilah aku bila Kamu menghendaki, ya Allah berilah rahmat kepadaku bila Kamu menghendaki dan hendaknya berketetapan hati dalam meminta sebab demikian itu tidak dibenci” [Shahih Al-Bukhari, kitab Ad-Da’awaat bab Liya’zim Mas’alah 7/153]

Imam Hafizh Ibnu Hajar berkata bahwa yang dimaksud dengan masalah adalah berdo’a, artinya kita harus bersungguh-sungguh dalam berdo’a dan berkeyakinan bahwa do’a tersebut pasti akan dikabulkan oleh Allah serta tidak menggantungkannya dengan kehendak Allah.

Ibnu Baththal berkata bahwa hadits di atas mengharuskan agar orang yang berdo’a bersungguh-sungguh dalam do’anya dan berharap agar do’anya dikabulkan serta tidak putus asa dalam berdo’a dari rahmat Allah sebab dia berdo’a kepada dzat Yang Maha Pemurah.

Imam Ad-Dawudi berkata bahwa yang dimaksud dengan berketetapan hati dalam berdo’a adalah bersungguh-sungguh dan merendahkan diri dalam berdo’a dan tidak mengucapkan : “Ya Allah kabulkanlah permohonanku bila Engkau kehendaki” Seakan-akan membuat pengecualian dalam do’anya. Akan tetapi sebaiknya berdo’a seperti orang yang sedang sangat membutuhkan dan faqir. Apabila tidak membuat pengecualian dalam do’anya, namun hanya mengucapkan kalimat insya Allah untu bertabarruk, maka hal tersebut tidak dilarang bahkan dianjurkan” [Fathul Barii 11/144-145]

Imam An-Nawawi berkata bahwa dianjurkan bersungguh-sungguh dalam berdo’a dan dimakruhkan menggantungkan dengan kehendak Allah. Para ulama berpendapat bahwa dimakruhkan menggantungkan do’a dengan kehendak Allah sebab kalimat insya Allah hanya pantas ditujukan kepada dzat yang dipaksa untuk memberi dan Allah Maha Suci dari demikian itu. [Syarh Shahih Muslim 17/7]

Syaikh Bin Baz ditanya tentang hukumnya orang yang mengatakan :”Di Surga kita bertemu insya Allah”

Jawaban.
Do’a seperti itu adalah bagus, boleh kita berdo’a semoga kita semua dikumpulkan Allah dalam Surga tetapi tidak boleh diiringi dengan ucapan insya Allah bahkan sebaiknya kita berdoa memohon agar kita dipertemukan oleh Allah di dalam Surga dengan karuniaNya, tanpa harus mengucapkan kalimat insya Allah dan tidak mengecualikan dalam do’anya. [Majalah Ad-Da’wah no. 1454 Rabiul Awwal 1415]

[Disalin dari buku Jahalatun Nas Fid Du’a edisi Indonesia Kesalahan Dalam Berdo’a, Penulis Ismail bin Marsyud bin Ibrahim Ar-Rumaih, Penerjemah Zainal Abidin, Penerbit Darul Haq]

MENINGGALKAN DOA

Oleh Ismail bin Marsyud bin Ibrahim Ar-Rumaih




Termasuk kekeliruan manusia yang paling besar adalah meninggalkan berdoa dan menjauhinya, demikian itu disebabkan oleh beberapa hal.

Sebagian orang beranggapan bahwa tidak berdoa lebih baik daripada berdoa, jelas anggapan ini bertentangan dengan dalil-dalil dari Al-Qur’an maupun hadits-hadits.

Imam Hafizh Ibnu Hajar berkata bahwa Qusyairy meriwayatkan dalam kitab Ar-Risalah tentang perbedaan pendapat dalam masalah berdoa mana yang lebih baik berdoa atau diam tidak berdoa dan rela menerima ketentuan takdir. Sebagian ulama bependapat bahwa lebih baik berdoa sebab dalil-dalil tentang doa banyak sekali dan berdoa sebagai bukti sikap rendah diri dan rasa membutuhkan.

Sebagian yang lainnya berpendapat bahwa diam dan rela menerima putusan takdir lebih baik daripada berdoa sebagai bukti penyerahan dan kerelaan penuh dalam menerima pembagian dan karunia Allah. Orang yang berdoa tidak tahu apa yang telah diputuskan untuknya jika Allah telah mentakdirkan apa yang sedang diminta berarti memohon sesuatu yang sudah diberikan, dan apabila Allah tidak mentakdirkan apa yang diminta berarti melawan kehendak.

Jawaban dari masalah tersebut sebagai berikut.

Doa adalah bagian dari ibadah sebagai bukti ketundukkan dan bukti kelemahan kita dihadapan Allah.

Jika dia berkeyakinan bahwa tidak akan terjadi kecuali sesuatu yang telah ditakdirkan, bukan berarti berdoa adalah tindakan melawan takdir akan tetapi untuk memperlihatkan rasa ketundukan kepada Allah. Karena berdoa memiliki beberapa keutamaan ; antara lain mendapatkan pahala dari Allah atau untuk mendapatkan sesuatu yang tidak mungkin terjadi kecuali harus berdoa, karena Allah menjadikan setiap sesuatu dengan sebab-sebabnya. [Fathul Bari 11/98]

Catatan :
1. Hadits yang berbunyi.
“Artinya : Barangsiapa yang sibuk berdzikir kepadaKu sehingga lupa berdoa, maka Aku akan memberinya sesuatu yang lebih baik dari apa yang Aku berikan kepada orang yang berdoa” [Hadits Dhaif, didhaifkan oleh Ibnu Hajar, Fathul Bari 11/138]

2. Ucapan : “Mengilmui tentang sifat-sifatKu cukup bagi hambaKu dari pada meminta kepadaKu”, adalah ucapan yang tidak benar bila disandarkan kepada Nabi Ibrahim bahkan ucapan tersebut batil. Sebab Allah tetap memerintahkan kita untuk berdoa, padahal Dia lebih tahu tentang sifat dan keadaan makhlukNya.[Al-Fawaid Al-Muntaqa hal.39]

3. Setan mendatangi seseorang lalu membisikkan godaan agar dia enggan berdoa, dan setan berkata : Wahai manusia, kamu adalah hamba yang banyak berbuat dosa dan ahli maksiat, bagaimana kamu berdoa kepada Allah sementara kamu sering meninggalkan perintahNya, lalu orang tersebut tergoda dan berhenti berdoa. Imam Hafizh Ibnu Hajar mengatakan bahwa Ibnu ‘Uyainah berkata : Janganlah kalian berhenti berdoa tatkala merasa berdosa sebab Allah telah mengabulkan doa hambaNya yang paling jahat yaitu Iblis tatkala berdoa.

“Artinya : Ya Allah beri tangguhlah saya sampai waktu mereka dibangkitkan” [Al-A’raaf : 14] [Fathul Bari 11/144-145]

Banyak manusia tidak mengerti kautamaan dan kemuliaan berdoa. Al-Mubarak Furi berkata : Ketahuilah bahwa berdoa dan memohon kepada Allah adalah ibadah yang paling utama dan mulia, Allah memerintahkan kepada hambaNya dan Allah menjamin akan mengkabulkan doa tersebut. [Mar’atul Mafatih 7/339]

Imam Syafi’i berkata dalam syairnya.

Apakah kamu melecehkan dan meremehkan do’a.
Kamu tidak tahu rahasia yang terkandung dalam berdo’a
Panah di malam hari tidak bisa ditelusuri
Namun semua pasti mempunyai batas akhir.

[Disalin dari buku Jahalatun Nas Fid Du’a edisi Indonesia Kesalahan Dalam Berdo’a, Penulis Ismail bin Marsyud bin Ibrahim Ar-Rumaih, Penerjemah Zainal Abidin, Penerbit Darul Haq]

BERLEBIHAN DALAM BERDO’A

Oleh Ismail bin Marsyud bin Ibrahim Ar-Rumaih



Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman.

“Artinya : Berdo’alah kepada Tuhanmu dengan berendah diri dan suara yang lembut. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang melampaui batas” [Al-A’raaf : 55]

Syaikh As-Sa’di berkata bahwa maksud firman Allah : Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang melampaui batas” adalah melampaui batas dalam segala hal. Dan termasuk melampaui batas adalah meminta sesuatu yang tidak pantas, berhenti berdo’a atau mengeraskan suara dalam berdo’a. [Tafsir As-Sa’di 3/40]

Dari Abu Nu’amah bahwasanya Abdullah bin Mughaffal Radhiyallahu ‘anhu mendengar anaknya membaca doa : “Ya Allah berilah kami istana putih di sisi kanan Surga”. Maka dia berkata kepada anaknya : “Wahai anakku mintalah kepada Allah Surga dan berlindunglah kepadaNya dari api Neraka, sebab saya mendengar Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda.

“Artinya : Akan muncul dari umatku sekelompok kaum yang berlebihan dalam berdoa dan bersuci” [Musnad Ahmad 4/87. Sunan Abu Daud, kitab Thaharah bab Israf Fil Ma’ 1/24. Ibnu Majah, kitab Do’a 3/349, Hakim, Al-Mustadrak 1/162. Al-Albani menshahihkannya dalam Shahih Sunan Ibnu Majah 2/331]

Imam Manawi berkata bahwa yang dimaksud berlebihan dalam berdoa adalah melampaui batas dalam mengajukan permohonan yaitu dengan cara meminta sesuatu yang tidak boleh atau mengeraskan suara pada waktu berdoa atau memaksakan lafazh bersajak dalam berdoa. Imam Turbusyti berkata bahwa yang dimaksud berlebihan dalam berdoa bisa memiliki banyak pengertian yang intinya tidak sungguh-sungguh dalam berdoa atau berlebihan dalam meminta baik untuk kebutuhan pribadinya atau kebutuhan orang lain.

Abdullah bin Mughaffal Radhiyallahu ‘anhu melarang anaknya berdoa seperti itu karena permintaan tersebut tidak sesuai dan tidak mungkin bisa diraih oleh amal perbuatannya, sebab permohonan tersebut hanya pantas untuk derajat para nabi dan wali. Sehingga permintaan seperti itu termasuk berlebihan dalam berdoa, serta tidak pantas karena menganggap sempurna terhadap diri sendiri. [Faidhul Qadir 4/130]

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah berkata bahwa berdoa memohon sesuatu yang menjadi keistimewaan para nabi padahal dia bukan seorang nabi atau memohon sesuatu yang menjadi keistimewaan Allah termasuk berlebihan dalam berdo’a, seperti memohon agar dia menjadi perantara untuk permohonan hamba kepada Allah atau memohon agar dia diberi kemampuan untuk bisa mengetahui segala sesuatu atau berkuasa atas segala sesuatu atau memohon agar diperlihatkan ilmu ghaib atau berdoa dengan berkeyakinan bahwa Allah membutuhkan doanya atau semua hamba Allah akan mendapat marabahaya bila dia tidak berdoa atau semisalnya. Semua itu akibat dari kebodohan terhadap hak Allah dan berlebihan dalam berdoa.[Majmu Fatawa 10/713-714]

Termasuk berlebihan dalam berdoa seperti yang dijelaskan dalam hadits yang diriwayatkan oleh Abdullah bin Amr Radhiyallahu ‘anhu bahwa ada seseorang datang kepada Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam dan berkata : “Ya Allah ampunilah aku dan Muhammad dan janganlah Engkau memberi rahmatMu kepad selain kami, lalu Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bertanya : Siapa yang mengucapkan doa tersebut ? Orang tersebut berkata : “Saya!”. Maka Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :

“Artinya : Kamu telah menghalangi kebaikan untuk orang banyak” [Musnad Imam Ahmad 2/170-171. Majma Az-Zawaid 10/150]

Imam Al-Albani berkata bahwa makna hadits tersebut adalah menghalangi rahmat Allah untuk para makhlukNya dan demikian itu tidak mungkin karena Allah berfirman :

“Artinya : Dan rahmatKu meliputi segala sesuatu” [Al-A’raaf : 156]

Do’a di atas diucapkan oleh seseorang baduwi karena kejahilan dan baru mengenal Islam. Seharusnya seseorang berdoa untuk dirinya dan teman-temannya agar pahalanya bertambah. [Fathur Rabbani 14/272]

[Disalin dari buku Jahalatun Nas Fid Du’a edisi Indonesia Kesalahan Dalam Berdo’a, Penulis Ismail bin Marsyud bin Ibrahim Ar-Rumaih, Penerjemah Zainal Abidin, Penerbit Darul Haq]

Fatwa ulama

MENGANGKAT KEDUA TANGAN PADA SAAT KHUTBAH JUM’AT


Oleh Ismail bin Marsyud bin Ibrahim Ar-Rumaih



Syaikh Abddul Aziz bin Baz ditanya : “Apa hukumnya mengangkat kedua tangan bagi makmum tatkala mengamini doa imam pada waktu khutbah Jum’at. Dan apa hukumnya mengeraskan ucapan amin ?”

Jawaban.
Tidak ada anjuran baik bagi imam maupun bagi makmum untuk mengangkat tangan tatkala berdo’a pada waktu khutbah jum’at sebab Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam dan para Khulafaurrasyidun tidak melakukan hal tersebut.

Akan tetapi jika berdoa istisqa’ dalam khutbah Jum’at, maka dianjurkan bagi imam dan makmum untuk mengangkat tangan pada waktu berdoa istisqa’, karena pada waktu Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam membaca do’a istisqa’, beliau mengangkat tangannya dan juga para jama’ah bersama beliau.

Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman.

“Artinya : Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri tauladan yang baik bagimu” [Al-Ahzab : 21]

Dibolehkan membaca amin bagi makmum pada waktu mendengar doa imam pada saat khutbah Jum’at asalkan tanpa mengeraskan suara”

[Fatawa Islamiyah 1/427]


MENGUSAP WAJAH SESUDAH BERDOA

Sebagian orang sesudah berdoa mengusap wajah dengan kedua telapak tangannya, padahal tidak ada hadits satupun yang shahih yang membenarkan perbuatan tersebut. Yang paling baik adalah mengikuti sunnah Rasul dan yang paling buruk adalah segala tindakan menentang sunnah Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Seorang yang berdoa hendaknya tidak mengusapkan kedua telapak tangan sesudah berdoa, sebab tanpa itu dia akan mendapat pahala.

Abu Daud berkata bahwa saya mendengar Imam Ahmad ditanya oleh salah seorang tentang hukum mengusap wajah sesudah berdoa, maka beliau menjawab : “Saya tidak pernah mendengar itu dan saya tidak pernah mendapatkan sesuatu tentang itu. Abu Daud berkata : Saya tidak pernah melihat Imam Ahmad mengerjakan hal itu. [Abu Daud dalam Masail Imam Ahmad hal.71]

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah berkata bahwa mengangkat tangan pada saat berdoa adalah sunnah berdasarkan hadits-hadits yang sangat banyak, tetapi tentang mengusap wajah dengan kedua telapak tangan tidak saya temukan kecuali satu atau dua hadits, itupun tidak bisa dipakai sebagai dasar amalan tersebut.[Majmu Fatawa 22/519]

Syaikh Al-Izz bin Abdussalam berkata bahwa tidaklah mengusap wajah dengan kedua telapak tangan sesudah berdoa kecuali orang-orang bodoh saja. [Fatawa Izz bin Abdussalam]

[Disalin dari buku Jahalatun Nas Fid Du’a edisi Indonesia Kesalahan Dalam Berdo’a, Penulis Ismail bin Marsyud bin Ibrahim Ar-Rumaih, Penerjemah Zainal Abidin, Penerbit Darul Haq]
===================================================================

MENGANGKAT TANGAN SETELAH RUKU

Oleh Ismail bin Marsyud bin Ibrahim Ar-Rumaih

Sebagian orang ada yang mengangkat tangan setelah bangun dari ruku seperti mengangkat tangan tatkala berdoa. Cara seperti ini tidak ada contohnya akan tetapi yang diconothkan oleh Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah seperti mengangkat tangan pada waktu Takbiratul Ihram. Barangsiapa yang melakukan perbuatan tersebut hendaknya dihindari dan diperingatkan dengan keras. Dari Abdullah Ibnu Umar bahwa tatkala beliau memulai shalat bertakbir sambil mengangkat kedua tangan dan tatkala mengucap : “Sami’allahu liman hamidah” mengangkat kedua tangan dan tatkala bangun dari rakaat yang kedua beliau juga mengangkat kedua telapak tangan, dan hadits ini disandarkan oleh Ibnu Umar kepada Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam.

MENGANGKAT TANGAN PADA WAKTU BERDOA SETELAH SHALAT FARDHU.

Syaikh Abdul Aziz bin Baz ditanya : Apakah ada hadits yang menganjurkan berdoa mengangkat tangan setelah shalat fardhu, sebab ada orang yang mengatakan bahwa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak pernah mengangkat tangan tatkala berdoa setelah shalat fardhu ?

Jawaban.
Sepengetahuan saya tidak ada dalil dari hadits Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam maupun contoh dari para sahabat tentang berdoa mengangkat tangan setelah shalat fardhu. Dan apa yang dikerjakan oleh sebagian orang berdoa mengangkat tangan setelah shalat fardhu adalah perbuatan bid’ah berdasaerkan sabda Nabi.

“Artinya : Barangsiapa yang mengerjakan amal perbuatan yang bukan dari ajaranku, maka tertolak” [Hadits Riwayat Al-Bukhari]

Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda.

“Artinya : Barangsiapa yang mengada-ada sesuatu yang bukan dari ajaranku, maka tertolak” [Muttafaqun ‘Alaih]

[Fatawa Islamiyah 1/319]

[Disalin dari buku Jahalatun Nas Fid Du’a edisi Indonesia Kesalahan Dalam Berdo’a, Penulis Ismail bin Marsyud bin Ibrahim Ar-Rumaih, Penerjemah Zainal Abidin, Penerbit Darul Haq]
==================================================================

MENGERASKAN SUARA DALAM BERDOA


Oleh Ismail bin Marsyud bin Ibrahim Ar-Rumaih




Sebagian orang ada yang berdoa dengan mengeraskan suara, padahal demikian itu bertentangan dengan sunnah Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam, bahkan seorang yang berdoa hendaknya melembutkan suaranya sebagaimana firman Allah Subhanahu wa Ta’ala.

“Artinya : Dan apabila hamba-hambaKu bertanya kepadamu tentang Aku, maka (jawablah), bahwasanya Aku adalah dekat. Aku mengabulkan permohonan orang yang berdoa apabila ia memohon padaKu” [Al-Baqarah : 186]

Dan Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman.

“Artinya : Berdoalah kepada Tuhanmu dengan berendah diri dan suara yang lembut. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang melampaui batas” [Al-A’raaf : 55]

Syaikh As-Sa’di berkata bahwa Allah memerintahkan agar kita berdoa dengan berendah diri dan mengiba yang disertai rasa ketundukan serta dengan suara yang lembut sebagai bukti keikhlasan dalam berdoa. [Tafsir As-Sa’di 3/40]

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah berkata bahwa sunnah dalam berdoa dan berdzikir adalah dengan suara yang lembut kecuali ada sebab syar’i yang menganjurkan untuk mengeraskannya, berdasarkan firman Allah.

“Artinya : Berdoalah kepada Tuhamnu dengan berendah diri dan suara yang lembut. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang melampaui batas” [Al-A’raaf : 55]

Dan juga firman Allah tentang doa Zakaria.

“Artinya : Yaitu tatkala ia berdoa kepada Tuhannya dengan suara yang lembut” [Maryam : 3] [Majmu Fatawa 22/468-469]

Banyaka di antara orang yang melakukan thawaf berdoa dengan mengeraskan suara, hal itu bertentangan dengan sunnah Nabi, sebab jika seandainya Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam mengeraskan doanya pada saat thawaf, niscaya kita akan mendapatkan riwayat tentang itu, tidak ada satu pun hadits yang menerangkan bahwa Rasulullah mengeraskan bacaan doa pada saag thawaf dan sa’i. Berarti yang benar adalah tidak diperbolehkan mengeraskan suaar di dalam berdoa pada waktu thawaf dan sa’i.

[Disalin dari buku Jahalatun Nas Fid Du’a edisi Indonesia Kesalahan Dalam Berdo’a, Penulis Ismail bin Marsyud bin Ibrahim Ar-Rumaih, Penerjemah Zainal Abidin, Penerbit Darul Haq]

Fatwa ulama

HUKUM MENGANGKAT SUARA KETIKA BERDZIKIR SETELAH SHALAT.

Oleh Syaikh Muhammad nashiruddin Al-Albani



Pertanyaan.
Syaikh Muhammad Nashiruddin Al-Albani ditanya : "Bagaimana hukum mengeraskan suara dalam dzikir setelah shalat?"

Jawaban.
Ada suatu hadits dalam Shahihain dari Ibnu 'Abbas, ia berkata:

"Artinya : Dahulu kami mengetahui selesainya shalat pada masa Nabi karena suara dzikir yang keras".

Akan tetapi sebagian ulama mencermati dengan teliti perkataan Ibnu 'Abbas tersebut, mereka menyimpulkan bahwa lafal "Kunnaa" (Kami dahulu), mengandung isyarat halus bahwa perkara ini tidaklah berlangsung terus menerus.

Berkata Imam Asy-Syafi'i dalam kitab Al-Umm bahwasanya Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam mengeraskan suaranya ketika berdzikir adalah untuk mengajari orang-orang yang belum bisa melakukannya. Dan jika amalan tersebut untuk hanya pengajaran maka biasanya tidak dilakukan secara terus menerus.

Ini mengingatkanku akan perkataan Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah tentang bolehnya imam mengeraskan suara pada bacaan shalat padahal mestinya dibaca perlahan dengan tujuan untuk mengajari orang-orang yang belum bisa.

Ada sebuah hadits di dalam Shahihain dari Abu Qatadah Al-Anshari bahwa Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam dahulu terkadang memperdengarkan kepada para shabahat bacaan ayat Al-Qur'an di dalam shalat Dzuhur dan Ashar, dan Umar juga melakukan sunnah ini.

Imam Asy-Syafi'i menyimpulkan berdasarkan sanad yang shahih bahwa Umar pernah men-jahar-kan do'a iftitah untuk mengajari makmum ; yang menyebabkan Imam ASy-Syafi'i, Ibnu Taimiyah dan lain-lain berkesimpulan bahwa hadits di atas mengandung maksud pengajaran. Dan syari'at telah menentukan bahwa sebaik-baik dzikir adalah yang tersembunyi.

Walaupun hadits : "Sebaik-baik dzikir adalah yang tersembunyi (perlahan)". Sanad-nya Dhaif akan tetapi maknanya 'shahih'.

Banyak sekali hadits-hadits shahih yang melarang berdzikir dengan suara yang keras, sebagaimana hadits Abu Musa Al-Asy'ari yang terdapat dalam Shahihain yang menceritakan perjalanan para shahabat bersama Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam. Abu Musa berkata : Jika kami menuruni lembah maka kami bertasbih dan jika kami mendaki tempat yang tinggi maka kami bertakbir. Dan kamipun mengeraskan suara-suara dzikir kami. Maka berkata Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam.

"Artinya : Wahai sekalian manusia, berlaku baiklah kepada diri kalian sendiri. Sesungguhnya yang kalian seru itu tidaklah tuli dan tidak pula ghaib. Sesunguhnya kalian berdo'a kepada Yang Maha Mendengar lagi Maha Melihat, yang lebih dekat dengan kalian daripada leher tunggangan kalian sendiri".

Kejadian ini berlangsung di padang pasir yang tidak mungkin mengganggu siapapun. Lalu bagaimana pendapatmu, jika mengeraskan suara dzikir itu berlangsung dalam masjid yang tentu mengganggu orang yang sedang membaca Al-Qur'an, orang yang 'masbuq' dan lain-lain. Jadi dengan alasan mengganggu orang lain inilah kita dilarang mengeraskan suara dzikir.

Hal ini sesuai dengan sabda Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam.

"Artinya : Wahai sekalian manusia, masing-masing kalian bermunajat (berbisik-bisik) kepada Rabb kalian, maka janganlah sebagian kalian men-jahar-kan bacaannya dengan mengganggu sebagian yang lain.

Al-Baghawi menambahkan dengan sanad yang kuat.

"Artinya : Sehingga mengganggu kaum mu'minin (yang sedang bermunajat)".

[Disalin dari kitab Majmu'ah Fatawa Al-Madina Al-Munawarrah, edisi Indonesia Fatwa-Fatwa AlBani.Fatwa-Fatwa AlBani, hal 39-41, Pustaka At- Tauhid]
==================================================================

MEMANGGIL NAMA LAIN SELAIN NAMA ALLAH DALAM BERDO’A


Oleh Lajnah Daimah Lil Buhuts Al-Ilmiah Wal Ifta



Pertanyaan.
Lajnah Daimah Lil Buhuts Al-Ilmiah Wal Ifta ditanya : Kami berharap anda memberi fatwa berkenan dengan adanya sekelompok orang yang berkumpul di masjid berdzikir kepada Allah dan berdzikir kepada Rasulullah dengan melafazkan dzikir-dzikir yang bertentangan dengan tauhid. Di antaranya mereka mengatakan secara serentak bersama-sama. “Bimbinglah aku wahai Rasulullah !” Diulang-ulangnya perkataan seperti itu. Kemudian pemimpin dzikir tersebut mengatakan, “wahai kunci harta karun Allah, wahai Ka’bah untuk meninggikan Allah, wahai Arsy tempat bersemayamnya Allah, wahai Kursi tempat Allah berpijak, kayakanlah kami. Wahai Rasulullah, engkaulah tujuan (kami). Wahai kekasih Allah, engkau, engkau wahai Rasulullah….” Dan lafal-lafal lainnya yang penuh dengan kesyirikan.

Jawaban.
Pertama. Berdzikir kepada Allah dengan satu suara (bersama-sama secara serentak) seperti dilakukan oleh orang-orang sufi adalah bid’ah, dan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda.

“Artinya : Barangsiapa membuat hal yang baru dalam perkara agama maka ia tertolak” [1]

Kedua : Do’a kepada selain Allah Subahanhu wa Ta’ala dan memohon kepadanya untuk mendapatkan manfaat atau menghilangkan kejelekan termasuk perbuatan syirik besar yang tidak boleh dilakukan. Karena do’a dan isti’anah (meminta pertolongan) adalah ibadah dan qurbah (pendekatan diri) hanya boleh ditujukan kepada Allah. Maka memalingkan perbuatan tersebut kepada selain Allah termasuk perbuatan syirik besar, keluar dari Islam. Kita berlindung dari perbuatan seperti itu.

Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman.

“Artinya : Jika Allah menimpakan suatu kemudharatan kepadamu, maka tidak ada yang dapat menghilangkannya kecuali Dia. Dan jika Allah menghendaki kebaikan bagi kamu, maka tak ada yang dapat menolak karuniaNya. Dia memberikan kebaikan itu kepada siapa yang dikehendakiNya di antara hamba-hambaNya dan Dialah Yang Maha Pengampun lagi Maha Penyayang” [Yunus : 107]

Allah berfirman.

“Artinya : Dan sesungguhnya masjid-masjid itu adalah kepunyaan Allah. Maka janganlah kamu menyembah seseorangpun di dalamnya di samping (menyembah) Allah” [Al-Jin : 18]

Allah berfirman.

“Artinya : Dan barangsiapa menyembah tuhan yang lain di samping menyembah Allah, padahal tidak ada satu dalil pun baginya untuk berbuat seperti itu, maka sesungguhnya perhitungannya di sisi Rabbnya. Sesungguhnya orang-orang yang kafir itu tidak akan beruntung” [Al-Mu’minun : 117]

Banyak ayat-ayat lain yang menunjukkan wajibnya mengarahkan ibadah kita hanya kepada Allah saja.

Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda.

“Artinya : Jika kamu meminta maka mintalah kepada Allah, dan jika kamu memohon pertolongan maka mohonlah kepada Allah” [2]

Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda.

“Artinya : Do’a adalah ibadah” [3]

Shalawat dan salam semoga tercurah atas Nabi kita Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam, keluarganya, dan sahabat-shabatnya.

[Fatawa Li Al- Lajnah Ad-Da’imah Fatwa no. 5034 Di susun oleh Syaikh Ahmad Abdurrazzak Ad-Duwaisy, Darul Asimah Riyadh. Di salin ulang dari Majalah Fatawa edisi 08/I/ 1424H]
__________
Foote Note
[1]. Imam Ahmad VI/270. Bukhari III/167. Muslim dengan syarah Nawawi XII/16. Abu Dawud V/12 Ibnu Majah I/7
[2]. Imam Ahmad I/293, 303, 307. Tirmidzi IV/667
[3]. Imam Ahmad IV/267, 271, 279. Abu Dawud II/161. Tirmidzi V/374. Ibnu Majah II/1258
==================================================================

HUKUM BERDO’A KEPADA ASHABUL QUBUR


Oleh Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin



Pertanyaan.
Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin ditanya : Apa hukum berdo’a kepada ashabul qubur (orang yang sudah mati di dalam kubur) ?

Jawaban.
Do’a itu berbagi menjadi dia bagian :

Pertama
Do’a ibadah, contohnya shalat, shaum dan ibadah-ibadah yang lain. Jika seseorang shalat atau shaum maka dia telah berdo’a kepada Rabbnya dengan lisanul hal agar Dia mengampuninya, menyelamatkannya dari adzabNya dan memberinya balasan. Yang menunjukkan hal itu adalah firmanNya.

“Artinya : Dan Tuhanmu berfirman : “Berdo’alah kepada-Ku, niscaya akan Ku-perkenankan bagimu. Sesungguhnya orang-orang yang menyombongkan diri dari menyembah-Ku akan masuk neraka Jahannam dalam keadaan hina dina” [Al-Mukmin : 60]

Jadi dia telah menjadikan do’a sebagai ibadah, maka barangsiapa memberikan sesuatu dari urusan ibadah kepada selain Allah, sungguh dia telah kafir dengan kekafiran yang mengeluarkan dari millah. Kalau seandainya seseorang ruku’ atau sujud kepada sesutu yang dia agungkan seperti pengangungannya kepada selain Allah dalam ruku dan sujud ini, niscaya dia menjadi orang musyrik yang keluar dari Islam. Oleh karena itu, Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam melarang membungkukkan badan ketika bertemu sebagai tindakan preventif dan syirik. Beliau ditanya tentang seseorang yang bertemu dengan saudaranya, apakah dia boleh membungkukkan badan kepadanya, beliau menjawab : “Tidak”. Yang dikerjakan sebagian orang yang bodoh jika mengucapkan salam kepadamu dengan membungkukkan badannya kepadamu adalah salah, kamu wajib menerangkan kepadanya dan melarangnya hal itu.

Kedua.
Doa masalah (permintaan), dan ini tidak semuanya syirik, namun ada perinciannya.

[1]. Jika yang diseru itu hidup lagi mampu atas hal itu (memenuhi permintaan) maka itu bukan syirik, seperti ucapanmu : “Berikanlah aku minum”, kamu ucapkan kepada oran yang mampu akan hal itu, Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata :

“Artinya : Barangsiapa menyeru kalian maka penuhilah dia” [1]

Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman.

“Artinya : Dan apabila sewaktu pembagian itu hadir kerabat, anak yatim dan orang miskin, maka berilah mereka dari harta itu (sekedarnya) dan ucapkanlah kepada mereka perkataan yang baik” [An-Nisa : 8]

Jika orang fakir mengulurkan tangannya dan berkata : “Berilah saya”, maka hal itu boleh

[2]. Jika yang diseur itu mati maka seruan (do’a) kepadanya adalah syirik yang mengeluarkan dari millah.

Sayang sekali, di sebagian negeri Islam ada orang yang berkeyakinan bahwa si Fulan yang dikubur yang tinggal bangkainya atau telah dimakan tanah, bisa memberi manfaat atau mudharat, atau memberikan keturunan bagi orang yang tidak mempunyai anak. Hal seperti ini –wal’iyadz billah- adalah syirik akbar yang mengeluarkan dari millah. Mengakui hal seperti ini lebih besar (dosanya) dari pada mengakui minum khamer, zina dan liwath, karena ini pengakuan terhadap kekufuran, bukan sekedar pengakuan terhadap kefasikan saja. Kami mohon kepada Allah agar memperbaiki kondisi kaum muslimin.

[Disalin dari kitab Majmu Fatawa Arkanil Islam, Edisi Indonesia Majmu’ Fatawa Solusi Problematika Umat Islam Seputar Akidah Dan Ibadah, Penulis Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin, Penerbit Pustaka Arafah]
__________
Foote Note
[1]. Dikeluarkan oleh Bukhari dengan maknanya, Kitabun Nikah, Bab Ijabatul Walimah Wal Da’wah 5173 dan Muslim, Kitabun Nikah, Bab Al-Amru Bi Ijabatid Da’i Ilad Da’wah 1429

DOAKANLAH, WAHAI RASULULLAH, UNTUK KESEMBUHANNKU, DOA INI ADALAH SYIRIK

Oleh Syaikh Shalih bin Fauzan Al-Fauzan



Pertanyaan
Syaikh Shalih bin Fauzan Al-Fauzan ditanya : Ada sekelompok manusia yang berdoa dengan doa yang mereka yakini merupakan penyembuh dari penyakit gula (kencing manis), dan doa itu berbunyi, “Rahmat dan kesejahteraan kepadamu dan kepada keluargamu wahai pemimpin saya, wahai Rasulullah. Engkau adalah wasilahku, ambillah tanganku, sedikit usahaku, maka ambilah aku”. Dan mengatakan ucapan ini “Wahai Rasulullah ! Berilah syfaat kepadaku”. Dan dengan pengertian lain, “Doakanlah, wahai Rasulullah, untuk kesembuhanku”. Bolehkah mengulang-ulangi doa ini ? Dan adakah kegunaannya seperti yang mereka yakini, berikanlah petunjuk kepada kami, semoga Allah memberikan berkah kepada Anda.

Jawaban
Doa ini termasuk syirik akbar, karena ia adalah berdoa kepada Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam dan tidak ada yang mampu memberi kesembuhan selain Allah Subhanahu wa Ta’ala, maka meminta doa kepada selain Allah adalah syirik besar. Demikian pula meminta syafaat dari Rasulllah setelah wafatnya ini termasuk syirik besar. Karena kaum musyrik generasi pertama adalah penyembah para wali dan berkata, “Mereka adalah para pemberi syafaat untuk kami di sisi Allah Subhanahu wa Ta’ala. Allah mencela dan melarang mereka dari hal itu.

“Artinya : Dan mereka menyembah selain darpada Allah apa yang tidak dapat mendatangkan kemudharatan kepada mereka dan tidak pula kemanfaatan, dan mereka berkata, ‘Mereka itu adalah pemberi syafaat kepada kami di sisi Allah” [Yunus : 18]

“Artinya : Dan orang-orang yang mengambil pelindung selain Allah (berkata), ‘Kami tidak menyembah mereka melainkan supaya mereka mendekatkan diri kepada Allah dengan sedekat-dekatnya” [Az-Zumar : 3]

Semua ini termasuk syirik besar dan doa yang tak terampuni kecuali bertaubat kepada Allah dari dosa tersebut, dan menekuni tauhid dan akidah Islam, ia termasuk doa syirik. Tidak boleh lagi seorang muslim mengucapkannya, tidak boleh berdoa dengannya dan tidak boleh pula menggunakannya. Seorang muslim harus (wajib) melarangnya dan memberikan ancaman darinya.

Doa-doa yang syar’i yang digunakan untuk orang sakit adalah doa-doa yang shahih dan ma’ruf, yang merupakan rujukan dari kitab-kitab Islam yang shahih, seperti Shahih Al-Bukhari, Shahih Muslim. Demikian pula membaca Al-Qur’anul Al-Karim atas orang yang sakit gula atau selain penyakit gula juga membaca Al-Qur’an. Sama juga membaca surah Al-Fatihah terhadap orang yang sakit, di dalamnya terdapat penawar, pahala dan kebaikan yang banyak. Allah Subhanahu wa Ta’ala telah mencukupkan kita dengan hal itu dari perkara-perkara syirik.

Seorang muslim tidak boleh mengerjakan sedikitpun dari perkara syirik, dan tidak boleh pula mendatangi amal-amal atau atas doa-doa, kecuali telah pasti keshahihannya dan yakin bahwa hal tersebut termasuk syariat Allah dan syari’at Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Hal itu dengan bertanya kepada ulama dan merujuk kepada dasar-dasar Islam yang shahih. Nasehat saya agar anda meninggalkan do’a ini dan menjauhkan diri darinya, melarang dan memberikan perngatan darinya.

[Al-Muntaqa Min Fatawa Al-Fauzan, Jilid II hal.39]

[Disalin dari. Kitab Al-Fatawa Asy-Syar’iyyah Fi Al-Masa’il Al-Ashriyyah Min Fatawa Ulama Al-Balad Al-Haram, Penyusun Khalid Al-Juraisy, Edisi Indonesia Fatwa-Fatwa Terkini, Penerbit Darul Haq]

APAKAH SESEORANG BOLEH BERDOA KETIKA SHALAT FARDHU ?


Oleh Syaikh Abdul Aziz bin Abdullah bin Baz



Pertanyaan.
Syaikh Abdul Aziz bin Abdullah bin Baz ditanya : Bolehkah seseorang berdo'a di tengah shalat wajib, misalnya setelah melakukan beberapa rukun seperti ketika sujud seusai membaca Subhanallah lalu berdo'a Allahummaghfirli warhamni (Ya Allah ampunilah aku dan rahmatillah aku) atau do'a yang lain ? Saya berharap mendapatkan nasihat yang bermanfaat.

Jawaban
Disyariatkan bagi seorang mukmin untuk berdo'a ketika shalatnya di saat yang disunnahkan untuk berdo'a, baik ketika shalat fardhu maupun shalat sunnah. Adapun saat berdo'a katika shalat adalah tatkala sujud, duduk di antara dua sujud dan akhir salat setelah tasyahud dan shalawat atas Nabi Shallallahu alaihi wa sallam sebelum salam. Sebagaimana telah disebutkan dari Nabi Shallallahu alaihi wa sallam bahwa beliau berdo'a ketika duduk di antara dua sujud untuk memohon ampunan. Telah diriwayatkan pula bahwa beliau berdo'a ketika duduk di antara dua sujud

اللَّهُمَّ اغْفِرْلِي وَارْحَمْنِي وَاهْدِنِي وَاجْبُرنِي وَارْزُقْنِي وَعَافِنِي

"Allahummagfirlii, warhamnii, wahdinii, wajburnii, warjuqnii, wa'aafinii"

"Artinya : Ya Allah ampunilah aku, rahmatillah aku, berilah hidayah kepadaku, cukupilah aku, berilah rezeki kepadaku dan maafkanlah aku"

Nabi Shallallahu alaihi wa sallam juga bersabda.

أَمَّا الرُّكُوْعُ فَعَظَّمُوا فِيْهِ الرَّبَّ وَأَمَّا السُّجُوْدُ فَاجْتَهِدُوا فِى الدُّعَاءِفَقَمِنٌ أَنْ يُسْتَجَابَلَكُمْ

"Artinya : Adapun rukuk maka agungkanlah Rabb-mu, sedangkan ketika sujud bersungguh-sungguhlah dalam berdo'a, niscaya segera dikabulkan untuk kalian"[Diriwayatkan oleh Muslim di dalam shahihnya]

Diriwayatkan pula oleh Muslim dari Abu Hurairah Radhiyallahu anhu bahwa Nabi Shallallahu alaihi wa sallam bersabda.

أَقْرَبُ مَا يَكُوْنُ الْعَبْدُمِنْ رَبِّهِ وَهُوَ سَاجِدٌ فَأَكْثِرُوْا الدُّعَاءَ

"Artinya : Jarak paling dekat antara seorang hamba dengan Rabb-nya adalah ketika sujud, maka perbanyaklah doa (ketika itu)"

Di dalam Ash-Shahihian dari Abdullah bin Mas'ud Radhiyallahu anhu bahwa Nabi Shallallahu alaihi wa sallam ketika mengajarkan tasyahud kepadanya berkata :

"Kemudian hendaknya seseorang memilih permintaan yang dia kehendaki"

Dalam lafazh yang lain.

"Kemudian pilihlah do'a yang paling disukai lalu berdo'a"

Hadits-hadits yang semakna dengan ini banyak. Hal ini menunjukkan disyariatkannya berdo'a dalam kondisi-kondisi tersebut dengan do'a yang disukai oleh seorang muslim, baik yang berhubungan dengan akhirat maupun yang berkaitan dengan kemaslahatan duniawiyah. Dengan syarat dalam do'anya tidak ada unsur dosa dan memutuskan silaturahim. Namun yang paling utama adalah memperbanyak do'a dengan do'a yang diriwayatkan dari Nabi Shallallahu alaihi wa sallam

[Disalin dari kitab Al-Fatawa Juz Awwal, edisi Indonesia Fatawa bin Baaz, Penulis Syaikh Abdul Aziz bin Abdullah bin Baaz, Penerjemah Abu Abdillah Abdul Aziz, Penerbit At-Tibyan Solo]

PENJELASAN BAHWA YANG DISYARI'ATKAN DALAM MENGHITUNG DZIKIR ADALAH DENGAN JARI-JEMARI TANGAN





Oleh Syaikh Bakr bin Badullah Abu Zaid




Di dalam petunjuk Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam baik berupa perkataan, perbuatan maupun ketetapan, menghitung dzikir adalah dengan jari-jemari tangan [1], bukan dengan selainnya. Dan itu dilakukan oleh para Sahabat Radhiyallahu 'anhum, serta diikuti oleh orang-orang yang mengikuti mereka dengan baik sampai zaman kita ini, sehingga hal itu merupakan ajaran yang telah tetap, dan merupakan perbuatan yang selalu diwariskan turun-temurun oleh umat dalam rangka meneladani Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam.

Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam menjelaskan kepada kita, bahwa dzikir seorang hamba kepada Rabb-Nya dengan tahlil, tasbih, takbir, tahmid dan ta'zhim terbagi menjadi dua bagian, yaitu:

1. Muthlaq (tanpa batasan), sebagaimana firman Allah Ta'ala:

"... Laki-laki dan perempuan yang banyak menyebut (nama) Allah..." [Al-Ahzab : 35]

Firman-Nya juga:

"Wahai orang-orang yang beriman, berdzikirlah (dengan menyebut nama) Allah dengan dzikir yang sebanyak-banyaknya." [Al-Ahzab: 41]

2. Muqayyad (diatur dengan suatu batasan) sesuai dengan keadaan, waktu, dan tempat. Yang paling banyak disebutkan adalah dzikir seratus kali, seperti: Tahlil seratus kali, tasbih seratus kali, kemudian dzikir 'Subhaanallah, Alhamdulillaah, Allaahu Akbar" masing-masing 33x, lalu disempurnakan menjadi seratus kali dengan membaca tahlil.

Segala puji bagi Allah, karena kaum muslimin terus-menerus melakukan hitungan dzikir yang diberkahi ini, mereka menghitungnya dengan jari-jemari kedua tangan atau tangan kanan saja, tanpa memerlukan alat lain, baik berupa kerikil, biji-bijian tasbih yang sudah diketahui maupun dengan alat-alat tasbih modern.

Inilah yang sesuai dengan prinsip kemudahan Islam dan syari'atnya, dimana hukum Allah pasti sesuai dengan kemampuan hamba-Nya, meskipun status sosial mereka berbeda-beda. Dan ini merupakan metode syari'at yang diberkahi dalam pemberian kemudahan, sebagaimana Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam telah memerintahkan para Sahabatnya, untuk melihat awal dan akhir bulan (29 hari-pent.) atau menyempurnakannya (30 hari-pent.) dalam penentuan awal dan akhir suatu bulan, meskipun hal itu berhubungan erat dengan dua rukun Islam, yaitu: Puasa dan Haji. Allah juga tidak membebankan kepada hamba-hamba-Nya lebih dari itu, baik berupa hisab, mengamati bintang dan peredarannya.

Maka dari itu, ketika nampak di hadapan Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam, bahwa sebagian Sahabatnya Radhiyallahu 'anhum menghitung dzikir dengan kerikil (jika seandainya riwayatnya benar), maka Nabi segera menunjukkan kepada mereka, bahwa tuntunan beliau Shallallahu 'alaihi wa sallam dalam menghitung dzikir adalah dengan menggunakan jari-jemari tangan. Hal itu merupakan sarana yang disyari'atkan dan tidak ada yang lainnya, serta hal itu lebih baik dan lebih utama, sesuai dengan firman Allah Ta'la tentang kenikmatan ahli Surga:

"Penghuni-penghuni Surga pada hari itu paling baik tempat tinggalnya dan paling indah tempat istirahatnya." [Al-Furqaan : 24]

Firman Allah ini termasuk bab penggunaan kata yang (maknanya) lebih ketika kelompok yang lain tidak mendapatkan apa-apa (wallaahu a'lam), karena tidak ada kebaikan sedikit pun yang ada di dalam peristirahatan dan tempat tinggal penduduk Neraka, seperti firman Allah Ta'ala:

"Apakah Allah lebih baik ataukah apa yang mereka persekutukan dengan Dia?!" [An-Naml: 59] [2]

Maka, tidak ada sarana yang disyari'atkan untuk menghitung dzikir, kecuali dengan jari-jemari tangan.

[Disalin dari buku "As-Subhah : Taariikhuhaa wa Huk-muhaa", Edisi Indonesia Adakah Biji Tasbih Pada Zaman Rasulullah Shallallahu 'Alaihi wa Sallam, Penulis Syaikh Bakr bin Abdullah Abu Zaid, Penerbit Pustaka Ibnu Katsir]
__________
Footenotes
[1]. Telah saya simpulkan di dalam buku "Laa Jadiida fii Ahkaa-mish Shalaah", bahwa yang dimaksud adalah jari-jemari kedua tangan, dan riwayat tentang [jari-jemari tangan kanannya] adalah syaadz (ganjil).
[2]. Tafsiir as-Sa'di (I/473).

DO’A IBU JURAIJ




Oleh Sa’ad bin Muhammad Ali Abdul Latif


Imam Bukhari dan Muslim meriwayatkan dari Abu Hurairah dari Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam, beliau bersabda.

“Artinya : Juraij adalah seorang laki-laki ahli ibadah, ia jadikan suatu bangunan untuk beribadah. (Suatu saat) ibunya mendatanginya sedangkan ia dalam keadaan shalat, ibunya berkata : “Wahai Juraij !”, maka Juraij (bimbang) dan berkata : “Ya Allah (aku memenuhi panggilan) ibuku ataukah (aku meneruskan) shalatku?” maka ia berketetapan meneruskan shalatnya, ibunya pergi. Keesokan hari ibunya mendatanginya lagi dan memanggilnya : “Wahai Juraij !”, maka Juraij (bimbang) dan berkata : “Ya Allah (aku memenuhi panggilan) ibuku ataukah (aku meneruskan) shalatku?” maka ia berketetapan meneruskan shalatnya. Keesokan hari ibunya mendatanginya lagi, dan memanggilnya : “Wahai Juraij !”, maka Juraij (bimbang) dan berkata : “Ya Allah (aku memenuhi panggilan) ibuku ataukah (aku meneruskan) shalatku ?” maka ia berketetapan meneruskan shalatnya, maka ibunya (jengkel) dan berkata : “Ya Allah Jalla Jala Luhu janganlah matikan anakku hingga ia melihat wajah pelacur”. Adalah bani Israil membicarakan tentang Juraij dan ibadahnya, maka berkata seorang wanita pelacur yang cantik : “Jika kalian berkehendak, saya akan menggodanya”. Maka wanita tadi menggoda Juraij, akan tetapi Juraij tidak bergeming padanya, lalu wanita itu mendatangi penggembala yang berteduh di tempat peribadatan Juraij, hingga berzina dengannya. Kemudian hamilah wanita itu, maka tatkala melahirkan, ia berkata : “Bayi ini anaknya Juraij”, maka merekapun segera meminta Juraij keluar, dan menghancurkan tempat peribadatan Juraij, serta memukulinya. Maka Juraij berkata : “Ada apa kalian ini?” mereka berkata : “Engkau telah berzina dengan wanita pelacur hingga melahirkan bayi ! lalu Juraij berkata : “Dimana bayi itu ?” kemudian mereka mendatangkan bayi itu. Juraij berkata : “Biarkan aku shalat ! lalu Juraij shalat, tatkala selesai, ia datangi bayi itu dan ia tekan perutnya. Lalu ia bertanya (kepada bayi itu) : “Siapa ayahmu ?” bayi itu menjawab : “Fulan, seorang penggembala”. (setelah mendengar perkataan Juraij ini) merekapun menghadap Juraij dan menciuminya serta mengusap-usapnya. Kemudian mereka berkata : “Kami akan membangung kembali tempat peribadatanmu dari emas”. Lalu Juraij berkata : “Tidak, kembalikan sebagaimana semula terbuat dari tanah”

Sungguh Ibu Juraij telah berdo’a (dan do’a orang tua itu dikabulkan) ketika anaknya tidak memenuhi panggilannya, dan ibunya mendo’akan kejelekan atas Juraij, yaitu ia berdo’a agar Juraij melihat wajah pelacur, jika demikian halnya maka melihat wajah pelacur adalah musibah, bahkan musibah yang besar.

Dan mata itu berzina, dan zinanya adalah dengan melihat, demikian juga lisan, zinanya adalah berbicara, adapun tangan juga berzina dan zinanya adalah dengan menyentuh, sebagaimana dalam hadits.

“Artinya : Dituliskan bagi bani Adam bagiannya dari zina, yang ia pasti lakukan, kedua mata zinanya dengan melihat, kedua telinga zinanya dengan mendengar, dan lisan zinanya dengan berbicara, dan tangan zinanya adalah dengan memegang, kaki zinanya dengan melangkah, sedangkan hati menginginkan dan berangan-angan, dan yang membenarkan dan mendustakan itu semua adalah hati” {Hadits Riwayat Muslim]

Tetapi keadaan kebanyakan para ayah dan ibu sekarang ini (sangat disayangkan) mereka mendorong (dan menyuruh) anak-anak mereka, buah hati mereka untuk terjatuh dalam maksiat ini yaitu melihat (dan mengikuti trend) para pelacur dan yang semisal mereka, bahkan lebih dari itu !!

Alasan dari para orang tua (para ayah dan ibu) bahwasanya hal ini untuk memenuhi keinginan anak-anak mereka !! wajah-wajah para pelacur dan wanita semisal mereka dilihat dengan mata mereka siang dan malam, dalam sampul-sampul majalah yang dihiasi serta dalam TV dan lainnya !!

Sedangkan kenyataan (mereka) tidak cukup hanya melihat saja, bahkan melihat wajah dan seluruh anggota tubuh ! diatambahkan lagi dengan mengikuti berita dan kegiatan-kegiatan mereka, dan dengan menghormati serta mengagungkan mereka dengan nama seni atau kebudayaan, atau kemajuan dan keterbukaan.

Wahai para orang tua hingga kapan kalian mendorong dan menyuruh anak-anak kalian kepada hukuman yang tidak baik akibatnya ?

Apakah kalian tidak mendengar hadits Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam.

“Artinya : Setiap kalian adalah pemimpin dan setiap kalian akan diminta pertanggungan jawab terhadap yang dipimpinnya” [Mutafaqun Alaihi]

Maka hendaklah kalian menjadi –semoga Allah Jalla Jala Luhu menjaga kalian dari kejahatan jiwa dan kejelekan amal-amal kalian- sebaik-baik pemimpin, dan sebaik-baik orang yang bertanggung jawab, hingga kalian memperoleh kebahagian di dunia dan keselamatan disisi Allah Jalla Jala Luhu pada hari kiamat.

Dan Allah Jalla Jala Luhu jualah yang diminta pertolongannya.

[Diterjemahkan dair Majalah Al-Ashalah edisi 9 hal.62]

[Disalin dari Majalah Adz-Dzakhiirah Al-Islamiyyah, Diterbitkan oleh Ma’had Ali Al-Irsyad Surabaya Jl. Sultan Iskandar Muda 46 Surabaya]
Arsip Blog BULETIN THOLABUL ILMI