Assalamualaikum Tholabul ilmi sejati terimakasih atas kunjunganya di link ini semoga bermanfaat untuk kita semua.dan semoga Alloh memberikan Hidayah taufik untuk kita silahkan kritik dan saran antum

Senin, 06 September 2010

Berhari Raya




Hari raya adalah saat yang berbahagia dan bersuka cita. Kebahagiaan dan kegembiraan kaum mukminin di dunia adalah karena Rabb-nya, yaitu apabila mereka berhasil menyempurnakan ibadahnya dan memperoleh pahala amalnya dengan kepercayaan terhadap janji-Nya kepada mereka untuk mendapatkan anugrah dan ampunan-Nya. Allah Ta'ala berfirman
Katakanlah:Dengan karunia Allah dan rahmat-Nya, hendaklah dengan itu mereka bergembira. Karunia Allah dan Rahmat-Nya itu adalah lebih baik dari apa yang mereka kumpulkan.(Yunus : 58).

Sebagian orang bijak berujar:Tiada seorangpun yang bergembira dengan selain Allah kecuali karena kelalaiannya terhadap Allah, sebab orang yang lalai selalu bergembira dengan permainan dan hawa nafsunya, sedangkan orang yang berakal merasa senang dengan Rabbnya..

Ketika Nabi Shallallahu 'Alaihi wa Sallam tiba di Madinah, kaum anshar mempunyai dua hari istimewa, mereka bermain-main di dalamnya, maka Nabi Shallallahu 'Alaihi wa Sallam bersabda :
Allah telah memberi ganti bagi kalian dua hari raya yang jauh lebih baik, yaitu 'Idul fitri dan 'Idul Adha.(HR. Abu Daud dan An-Nasaa'i, dengan sanad hasan).
Hadits ini menunjukkan bahwa menampakkan rasa suka cita di hari raya adalah sunnah dan disyari'atkan. Maka diperkenankan memperluas hari raya tersebut secara menyeluruh kepada segenap kerabat dengan berbagai hal yang tidak diharapkan yang bisa mendatangkan kesegaran badan dan melegakan jiwa tetapi tidak menjadikannya lupa untuk taat kepada Allah.
Adapun yang dilakukan kebanyakan orang di saat hari Raya dengan berduyun-duyun pergi memenuhi berbagai tempat hiburan dan permainan adalah tidak dibenarkan, karena hal itu tidak sesuai dengan yang disyariatkan bagi mereka seperti melakukan dzikir kepada Allah. Hari Raya tidak identik dengan hiburan, permainan dan penghambur-hamburan (harta), tetapi hari raya adalah untuk berdzikir kepada Allah dan bersungguh-sungguh dalam beribadah. Makanya Allah gantikan bagi umat ini dua buah hari raya yang sarat dengan hiburan dan permianan dengan dua buah hari raya yang penuh dzikir, syukur dan ampunan.

Di dunia ini kaum mukminin mempunyai tiga hari raya: hari raya yang datang setiap minggu dan dua hari raya yang masing-masing datang sekali dalam setiap tahun.

Adapun hari raya yang selalu datang tiap minggu adalah hari jum'at, ia merupakan hari Raya mingguan, terselenggara sebagai pelengkap bagi shalat wajib lima kali yang merupakan rukun utama agama islam setelah dua kalimat syahadat.

Sedangkan dua hari Raya yang tidak berulang dalam waktu setahun kecuali sekali adalah:

Pertama : 'Idul Fitri setelah puasa ramadhan, hari raya ini terselenggara sebagai pelengkap puasa Ramadhan yang merupakan rukun dan asas islam keempat. Apabila kaum muslimin merampungkan puasa wajibnya, maka mereka berhak mendapatkan ampunan dari Allah dan terbebas dari neraka.
Sebagian manusia dibebaskan dari Neraka padahal dengan berbagai dosanya ia semestinya masuk Neraka, maka Allah mensyariatkan bagi mereka hari Raya setelah menyempurnakan puasanya, untuk bersyukur kepada Allah, berdzikir dan bertakbir atas petunjuk dan syariatnya berupa shalat dan sedekah pada hari raya tersebut.
Hari raya ini merupakan hari pembagian hadiah, orang-orang yang berpuasa diberi ganjaran puasanya, dan setelah hari raya tersebut mereka mendapatkan ampunan.

Kedua :'Idul Adha (Hari raya kurban), ia lebih agung dan utama daripada 'Idul Fitri. Hari Raya ini terselenggara sebagai penyempurnaaan ibadah haji yang merupakan rukun islam yang ke lima, bila kaum muslimin merampungkan ibadah hajinya, niscaya diampuni dosanya.
Inilah macam-macam hari raya kaum muslimin di dunia, semuanya dilaksanakan saat selesainya ketaqwaan kepada Yang Maha Menguasai dan Yang Maha Pemberi, disaat mereka berhasil memperoleh apa yang dijanjikan-Nya berupa ganjaran dan pahala.

Mengakhiri Ramadhan




Berakhirnya Ramadhan menjadi saksi atas amal-amal kita. Selamat bagi yang amalnya baik, yang amalnya itu akan menolongnya untuk masuk Surga dan bebas dari Neraka. Dan celaka bagi orang yang buruk amalnya lantaran kelengahan dan menyia-nyiakan waktu Ramadhan. Maka perpisahan dengan Ramadhan hendaknya diakhiri dengan kebaikan, karena ketentuan amal itu pada pungkasannya. Barangsiapa berbuat baik di bulan Ramadhan hendaklah menyempurnakan kebaikannya, dan barangsiapa berbuat jahat hendaklah ia bertobat dan menjalankan kebaikan pada sisa-sisa umurnya. Barangkali tidak akan menjumpai lagi hari-hari Ramadhan setelah tahun ini. Maka hendaklah diakhiri dengan kebaikan dan senantiasa melanjutkan perbuatan baik yang telah dilakukan di bulan Ramadhan pada bulan-bulan lain. Karena Rabb yang memiliki bulan-bulan itu hanyalah satu, dan Dia mengawasimu dan menyaksikanmu. Dan Dia memerintahkanmu untuk taat selama hidupmu.

Barangsiapa menyembah Ramadhan maka sesungguhnya bulan Ramadhan ini telah akan habis dan lewat. Tetapi barangsiapa yang menyembah Allah maka sesungguhnya Allah itu Maha Hidup, tidak mati. Maka teruskanlah beribadah padaNya dalam segala waktu.

Sebagian orang beribadah di bulan Ramadhan secara khusus. Mereka menjaga shalat-shalatnya di masjid-masjid, memperbanyak baca Al-Quran, dan menyedekahkan hartanya. Lalu ketika Ramadhan usai, mereka bermalas-malasan, kadang-kadang
mereka meninggalkan shalat Jum'at dan tidak berjama'ah. Mereka itu telah merusak apa yang telah mereka bangun sendiri, dan menghancurkan apa yang mereka bina. Seakan-akan mereka menyangka, ketekunannya di bulan Ramadhan itu bisa
menghapuskan dosa dan kesalahannya selama setahun. Juga mereka anggap bisa menghapus dosa meninggalkan kewajiban-kewajiban dan dosa melanggar hal-hal yang haram. Mereka tidak menyadari bahwa penghapusan dosa karena berbuat
kebaikan di bulan Ramadhan dan lainnya itu hanyalah terhadap dosa-dosa kecil dan itupun terikat dengan menjauhkan diri dari dosa-dosa besar. Allah Ta'ala berfirman, artinya: "Jika kamu menjauhi dosa-dosa besar diantara dosa-dosa yang dilarang kamu
mengerjakannya, niscaya Kami hapus kesalahan-kesalahanmu (dosa-dosamu yang kecil)."
(An-Nisaa': 31).
Nabi SAW bersabda, artinya: "Shalat lima waktu, Jum'at sampai dengan Jum'at berikutnya, dan Ramadhan sampai Ramadhan berikutnya adalah penghapus dosa yang terjadi diantara waktu-waktu tersebut, selama dosa-dosa besar ditinggalkan. "(HR. Muslim).

Dosa besar mana selain syirik (menyekutukan Allah Ta'ala) yang lebih besar daripada meninggalkan shalat? Tetapi meninggalkan shalat itu sudah menjadi kebiasaan yang lumrah bagi sebagian orang. Ketekunan mereka di bulan Ramadhan tidak ada gunanya sama sekali bagi mereka jikalau mereka melanjutkannya dengan kemaksiatan-kemaksiatan berupa meninggalkan kewajiban-kewajiban dan melanggar larangan-larangan Allah Ta'ala.

Sebagian ulama ditanya tentang kaum yang tekun ibadah di bulan Ramadhan, tetapi setelah usai, mereka meninggalkannya dan berbuat buruk. Maka dijawab: Seburuk-buruk kaum adalah yang tidak mengenal Allah kecuali di bulan Ramadhan. Ya, benar. Karena orang yang mengenal Allah tentunya ia akan takut padaNya setiap waktu (bukan hanya di bulan Ramadhan).

Bila bukan karena kesadaran

Sebagian orang kadang berpuasa Ramadhan dan menampakkan kebaikan serta meninggalkan maksiat, narnun itu semua bukan karena keimanan dan kesadaran. Mereka mengerjakan itu hanyalah dalam rangka basa-basi dan ikut-ikutan. Karena hal ini terhitung sebagai tradisi masyarakat. Perbuatan ini adalah kemunafikan besar, karena orang-orang munafik memang pamer kepada manusia dengan menampak-nampakkan ibadahnya.

Orang-orang munafik itu menganggap bulan Ramadhan ini sebagai penjara, sementara yang ditunggu adalah usainya, untuk berkiprah dalam kemaksiatan dan perbuatan-perbuatan haram, bergembira ria dengan usainya Ramadhan lantaran bebasnya dan kungkungan.

Rasulullah SAW bersabda:
"Telah masuk pada kalian bulan kalian ini," kata Abu Hurairah dengan menirukan sumpah Rasulullah SAW, "tidak ada bulan yang melewati Muslimin yang lebih baik bagi mereka daripadanya, dan tidak ada bulan yang melewati orang-orang munafik yang lebih buruk bagi mereka daripadanya," kata Abu Hurairah dengan menirukan sumpah Rasulullah SAW., "Sesungguhnya Allah pasti akan menulis pahalanya dan sunat-sunnatnya sebelum (mukmin)memasukinya (bulan Ramadhan itu), dan akan menulis dosanya dan celakanya sebelum (munafik) memasukinya. Hal itu karena orang mukmin menyediakan makanan dan nafakah/belanja di bulan itu untuk ibadah kepada Allah, dan orang munafik bersiap-siap di bulan itu karena membuntuti kelalaian-kelalaian mukminin dan membuntuti aurat-aurat (rahasia-rahasia) mereka, maka dia (munafik) memperoleh jarahan yang diperoleh orang mukmin." (HR. Ahmad dan lbnu Khuzaimah dalam Shahihnya dan Abi Hurairah).

Kegembiraan mukminin beda dengan munafikin

Orang mukmin bergembira dengan selesainya Ramadhan karena telah memanfaatkan bulan itu untuk ibadah dan taat, maka dia mengharap pahala dan keutamaannya. Sedang orang munafik bergembira dengan selesainya bulan itu karena akan berangkat untuk bermaksiat dan mengikuti syahwat yang selama Ramadhan itu telah terkungkung.

Oleh karena itu orang mukmin melanjutkan kegiatan setelah bulan Ramadhan dengan istighfar, takbir dan ibadah, namun orang munafik melanjutkannya dengan maksiat-maksiat, hura-hura, pesta-pesta musik dan nyanyian karena girang dengan berpisahnya Ramadhan dari mereka. Maka bertaqwalah kepada Allah wahai hamba Allah, dan berpisahlah dengan Ramadhanmu dengan taubat dan istighfar.

Menutup Ramadhan

Wahai hamba Allah, termasuk hal yang disyari'atkan Allah dalam menutup Ramadhan yang diberkahi itu adalah shalat led dan membayar zakat fitrah sebagai rasa syukur kepada Allah Ta'ala atas telah ditunaikannya kewajiban puasa. Sebagaimana Allah mensyari'atkan shalat iedul Adha sebagai tanda syukur kepada-Nya atas penunaian kewajiban ibadah haji. Keduanya adalah Hari Raya Islam. Telah diriwayatkan secara shahih dari Nabi SAW bahwa beliau ketika datang di Madinah penduduknya mempunyai dua hari yang mereka itu bermain-main di hari itu, beliau bersabda:
"Sungguh Allah telah mengganti untuk kalian dua hari tersebut dengan yang lebih baik daripada keduanya, (yaitu) hari (raya) kurban dan hari (raya) fitri."

Maka tidak boleh menambahi dua hari raya ini dengan mengadakan hari-hari raya baru yang lain. Hari raya dalam Islam itu disebut ied (kembali) karena dia itu kembali dan berulang-ulang lagi setiap tahun dengan kegembiraan dan kesenangan, karena
karunia yang telah Allah mudahkan berupa pelaksanaan ibadah puasa dan haji, yang keduanya itu adalah termasuk rukun Islam.

Dan karena Allah SW mengembalikan pada dua hari raya itu atas hambanya dengan kebaikan, dan membebaskan dari api Neraka. Sungguh Nabi SAW telah memerintahkan khalayak urnum, sampai wanita-wanita sekalipun, agar keluar untuk shalat ied. Kaum wanita disunnahkan menghadirinya tanpa pakai wewangian, tidak berpakaian dengan pakaian bias dan pakaian yang menarik perhatian, dan tidak bercampur aduk dengan lelaki. Sedang wanita yang sedang haidh agar keluar untuk menghadiri da'wah (khutbah) dan menjauhi tempat shalat.

Keluar untuk shalat ied itu adalah menampakkan syiar Islam dan menjadi suatu pertanda yang nyata, maka bersemangatlah untuk menghadirinya wahai orang yang dirahmati Allah. Karena sesungguhnya ied itu termasuk kesempurnaan hukum-hukum pada bulan yang diberkahi ini. Upayakanlah betul-betul untuk khusyu', ghaddhul bashar (menjaga pandangan dan yang haram), dan tidak isbal(tidak memanjangkan pakaian sampai bawah mata kaki bagi lelaki). Hendaklah menjaga lisan dan omong kosong, porno, dan bohong. Juga jagalah pendengaran dan mendengarkan perkataan yang tak karuan, nyanyian-nyanyian, musik, dan mendatangi pesta-pesta, hura-hura dan permainan yang diadakan oleh sebagian orang bodoh. Karena seharusnya ketaatan itu diikuti dengan ketaatan pula, bukan sebaliknya. Oleh karena itu Nabi mensyari'atkan bagi ummatnya untuk menyambung puasa Ramadhan itu dengan puasa sunnat 6 hari di bulan Syawwal.

Bahwasanya Nabi SAW bersabda:
"Barangsiapa berpuasa Ramadhan dan diikuti dengan (puasa sunnah) enam hari dari Bulan Syawwal maka seakan-akan ia berpuasa setahun." (HR. Muslim). Hartono.

Arsip Blog BULETIN THOLABUL ILMI