Oleh Syaikh Ali bin Hasan bin Abdul Hamid Al Halabi Al Atsari
Tata Cara Shalat Ied
Pertama: Jumlah rakaat shalat Id ada dua, berdasarkan riwayat Umar Radhiyallahu 'anhu:
Shalat safar itu ada dua rakaat, shalat Idul Adha dua rakaat dan shalat Idul Fitri dua rakaat, dikerjakan dengan sempurna tanpa qashar berdasarkan sabda Muhammad Shallallahu 'alaihi wasallam.1
Kedua: Rakaat pertama seperti halnya semua shalat, dimulai dengan takbiratul ihram, selanjutnya bertakbir sebanyak tujuh kali. Sedangkan pada rakaat kedua bertakbir sebanyak lima kali tidak termasuk takbir intiqal (takbir perpindahan dari satu gerakan ke gerakan lain).
Dari 'Aisyah Radhiyallahu 'anha, ia berkata:
Sesungguhnya Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bertakbir dalam shalat Idul Fitri dan Idul Adha, pada rakaat pertama sebanyak tujuh kali dan rakaat kedua lima kali, selain dua takbir ruku.2
Berkata Imam Al Baghawi:
Ini merupakan perkataan mayoritas ahli ilmu dari kalangan sahabat dan orang setelah mereka, bahwa beliau shallallahu 'alaihi wasallam bertakbir pada rakaat pertama shalat id sebanyak tujuh kali selain takbir pembukaan, dan pada rakaat kedua sebanyak lima kali selain takbir ketika berdiri sebelum membaca (Al Fatihah). Diriwayatkan yang demikian dari Abu Bakar, Umar, Ali dan selainnya.3
Ketiga: Tidak ada yang shahih satu riwayatpun dari Nabi Shallallahu 'alaihi wasallam bahwa beliau mengangkat kedua tangannya bersamaan dengan mengucapkan takbir-takbir shalat id.4 Akan tetapi Ibnul Qayyim berkata: Ibnu Umar -dengan semangat ittibanya kepada Rasul- mengangkat kedua tangannya ketika mengucapkan setiap takbir.5
Berkata Syaikh Al Albani dalam Tamamul Minnah hal 348:
Mengangkat tangan ketika bertakbir dalam shalat id diriwayatkan dari Umar dan putranya radhiyallahu anhuma, tidaklah riwayat ini dapat dijadikan sebagai sunnah. Terlebih lagi riwayat Umar dan putranya di sini tidak shahih. Adapun dari Umar, Al Baihaqi meriwayatkan dengan sanad yang dhaif. Sedangkan riwayat dari putranya belum aku dapatkan sekarang.
Sedangkan Syaikh Al Albani dalam Ahkamul Janaiz (hal 148) mengatakan:
Siapa yang menganggap bahwasanya Ibnu Umar tidak mengerjakan hal itu kecuali dengan tauqif dari Nabi Shallalalhu 'alaihi wasallam, maka silakan ia untuk mengangkat tangan ketika bertakbir.
Keempat: Tidak shahih dari Nabi Shallallau 'alaihi wasallam satu dzikir tertentu yang diucapkan di antara takbir-takbir Id. Akan tetapiada atsar dari Ibnu Mas'ud radhiyallahu 'anhu6 tentang hal ini. Ibnu Mas'ud berkata:
Di antara tiap dua takbir diucapkan pujian dan sanjungan kepada Allah Azza wa Jalla.
Berkata Ibnul Qayyim Rahimahullah:
Nabi Shallallahu 'alaihi wasallam diam sejanak di antara dua takbir, namuin tidak dihapal dari beliau dzikir tertentu yang dibaca di antara takbir-takbir tersebut.
Kelima: Apabila telah sempurna takbir, mulai membaca surat Al Fatihan. Setelah itu membaca surat Qaf pada salah satu rakaat dan pada rakaat yang lain membaca surat Al Qamar.7 Terkadang dalam dua rakaat itu beliau membaca surat Al A'la dan surat Al Ghasyiyah.8
Berkata Ibnul Qayyim Rahimahullah:
Telah shahih dari beliau bacaan surat-surat ini, dan tidak shahih dari beliau yang selain itu.9
Keenam: Selebihnya sama seperti shalat-shalat biasa, tidak berbeda sedikitpun.10
Ketujuh: Siapa yang luput darinya (tidak mendapatkan) shalat Id berjamaah, maka hendaklah ia shalat dua rakaat.
Dalam hal ini Imam Bukhari rahimahullah dalam shahihnya bab Apabila seseorang luput dari shalah id hendaklah ia shalat dua rakaat.11 Al Hafidz Ibnu Hajar dalam Fathul Bari (2/550) berkata setelah menyebutkan tarjumah (judul bab dalam shahih Bukhari di atas) ini:
Dalam tarjumah ini ada dua hukum: 1) disyari'atkan menyusul shalat id jika luput mengerjakannya secara berjama'ah, sama saja apakah dengan terpaksa atau pilihan, 2) shalat id yang luput dikerjakan diganti dengan shalat dua rakaat.
Berkata Atha':
Apabila seseorang kehilangan shalat id hendaklah ia shalat dua rakaaat.12
Al Allamah Waliullah Ad Dahlawi menyatakan:
Ini adalah madzhabnya Syafi'i, yaitu jika seseorang tidak mendapati shalat id bersama imam, maka hendaklah ia shalat dua rakaat, sehingga ia mendapatkan keutamaan shalat id sekalipun luput darinya keutamaan shalat berjamaah bersama imam. Adapun menurut madzhab Hanafi, tidak ada qadha untuk shalat id. Kalau kehilangan shalat bersama imam, maka telah hilang sama sekali.13
Berkata Imam Malik dalam Muwatha (592) dengan riwayat Abu Mush'ab:
Setiap yang shalat dua hari raya sendiri, baik laki-laki maupun perempuan, maka aku berpendapat agar ia bertakbir pada rakaat pertama tujuh kali sebelum membaca (Al Fatihah) dan lima kali pada rakaat kedua sebelum membaca (Al Fatihah).
Orang yang terlambat dari shalat id hendaklah ia melakukan shalat yang tata caranya seperti shalat id, sebagaimana shalat-shalat lain.14
Kedelapan: Takbir (shalat id) hukumnya sunnah, tidak batal shalat dengan meninggalkannya secara sengaja atau karena lupa tanpa ada perselisihan15. Namun orang yang meninggalkannya -tanpa diragukan lagi- berarti menyelisihi sunnah Nabi shallallahu 'alaihi wasallam.
--------------------
1. Dikeluarkan oleh Ahmad (1/370), An Nasa-i (3/183), At Thahawi dalam Syarhu Ma'anil Al Atsar (1/421) dan Al Baihaqi (3/200) dan sanadnya shahih.
2. Riwayat Abu Dawud (1150), Ibnu Majah (1280), Ahmad (6/70) dan Al Baihaqi (3/287) dan sanadnya shahih.
Peringatan: Termasuk sunnah, takbir dilakukan sebelum membaca (Al Fatihah) sebagaimana dalam hadits yang diriwayatkan oleh Abu Dawud (1152), Ibnu Majah (1278) dan Ahmad (2/180) dari Amr bin Syu'aib dari bapaknya dani kakeknya, kakeknya berkata: Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bertakbir dalam shalat id tujuh kali pada rakaat pertama kemudian beliau membaca surat, lalu bertakbir dan ruku', kemudian beliau sujud, lalu berdiri dan bertakbir lima kali, kemudian beliau membaca surat, takbir lalu ruku', kemudian sujud. Hadits ini hasan dengan pendukung-pendukungnya. Lihat: Irwa-ul Ghalil (3/108-112). Yang menyelisihi ini tidaklah benar, sebagaimana diterangkan oleh Al Alamah Ibnul Qayyim dalam Zadul Ma'ad (1/443,444).
3. Ia menukilkan nama-nama yang berpendapat demikian, sebaimana dalam syarhus sunnah (4/309). Lih: Majmu Fatawa (24/220-221).
4. Lih: Irwa-ul Ghalil (3/112-114).
5. Zadul Ma'ad (1/441).
6. HR. Al haqi (3/291) dengan sanad yang jayyid (bagus).
7. HR. Muslim (891), An Nasa-i (8413), Ibnu Majah (1282) dari Abi Waqid Al Laitsi Radhiyallahu 'anhu.
8. HR. Muslim (878), At Tirmidzi (533), An Nasa-i (3/184), Ibnu Majah (1281) dari Nu'man bin Bisyir Radhiyallahu 'anhu.
9. Zadul Ma'ad (1/443), Lih: Majalah Al Azhar (7/193).
10. Untuk lebih lengkap baca: Shifat Shalatun Nabi Shallallahu 'alaihi wasallam karya Syaikh Al Albani.
11. Shahih Bukhari (1/134,135).
12. Shahih Bukhari (1/134,135).
13. Syarhu Tarajum Abwabil Bukhari 980) dan lihat kitab Al Majmu' (5/27-29).
14. Al Mughni (2/212).
15. Al Mughni (2/244) oleh Ibnu Qudamah.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar