Assalamualaikum Tholabul ilmi sejati terimakasih atas kunjunganya di link ini semoga bermanfaat untuk kita semua.dan semoga Alloh memberikan Hidayah taufik untuk kita silahkan kritik dan saran antum

Minggu, 01 Agustus 2010

http://abuzubair.net/mutiara-nasehat-dari-syaikh-ibnu-utsaimin-rahimahullah/

بسم الله والحمد لله والصلاة والسلام على رسول الله
السلام عليكم ورحمة الله وبركاته
اما بعد
يقول الشيخ ابن العثيمين رحمة الله تعالي في شرح حديث “إنما الأعمال بالنيات ” الفائدة السادسة

Syaikh Ibnu Utsaimin rahimahullahu Ta’ala berkata dalam syarah hadits “Innamal A’maalu bin niyaat” pada faedah yang ke enam :

Barangkali suatu negeri mengalami kemerosotan disebabkan sedikitnya ahul ishlah (orang-orang yang mengadakan ishlah – perbaikan) dan banyaknya orang-orang yang rusak serta fasik. Akan tetapi apabila ia (orang yang baik) tetap tinggal di sana dan berdakwah kepada Allah sesuai kemampuannya, maka ia dapat memperbaiki orang lain dan orang lain itu akan memperbaiki yang lain pula, sehingga terbentuklah orang-orang yang baik, di mana mereka akan membawa kebaikan bagi negeri tersebut. Dan apabila mayoritas manusia menjadi baik, galibnya orang-orang yang memegang tampuk kekuasaan juga akan ikut menjadi baik, sekalipun melalui tekanan-tekanan.

Akan tetapi yang merusak ini – sangat disayangkan – adalah orang-orang yang sholeh (baik) sendiri. engkau dapatkan mereka berkelompok-kelompok, berpecah-belah, kalimat mereka saring berselisih hanya karena khilaf (perbedaan dalam satu permasalahan agama yang dibolehkan perbedaan padanya).

Inilah realitanya, khususnya di negeri-negeri yang islam belum berdiri kokoh di sana. Terkadang mereka saling memusuhi, membenci karena masalah mengangkat kedua tangan dalam sholat. Dan aku ceritakan di sini kisah yang aku alami sendiri di Mina. Suatu hari datang kepadaku kepala lembaga dari dua kelompok di Afrika, salah satu kelompok mengkafirkan kelompok lainnya. Kenapa?? Salah satunya berkata, “Yang sunnah ketika berdiri dalam sholat seseorang hendaklah meletakkan dua tangannya di atas dada”. Kelompok satu lagi mengatakan bahwa sunnahnya adalah meluruskan tangan dan tidak melipatnya di atas dada.

Ini adalah masalah far’iyyah yang mudah, bukan termasuk masalah ushul dan furu’. Mereka mengatakan, “Tidak, Nabi shollallahu ‘alaihi wa sallama mengatakan (Barangsiapa yang tidak suka sunnahku tidak termasuk golonganku). Maka orang ini kafir, karena Rasul shollallahu ‘alaihi wa sallama berlepas diri darinya”.

Maka berdasarkan pemahaman yang rusak ini, salah satu kelompok mengkafirkan kelompok lainnya.

Yang penting; bahwsanya sebagian ahlul ishlah di beberapa negeri yang belum kokoh keislaman di negeri tersebut saling membid’ahkan dan memfasikkan sesama mereka.

Kalaulah mereka bersepakat lalu apabila berselisih pendapat, dada mereka lapang menerimanya selama perselisihan itu dalam perkara yang dibolehkan berbeda pendapat dan mereka menjadi seperti satu tangan, niscaya umat ini akan baik. Akan tetapi apabila umat melihat orang-orang yang berdakwah dan istiqomah di antara mereka ada kedengkian dan perselisihan dalam masalah-masalah agama ini, maka umat akan berpaling dari mereka dan dari kebaikan serta petunjuk yang ada pada mereka, bahkan mungkin saja akan terjadi kontak fisik dan inilah yang terjadi wal ‘iyadz billah.

Engkau dapatkan seorang pemuda yang mulai menempuh jalan istiqomah karena kebaikan dan petunjuk yang ada dalam agama, dadanya mulai merasakan ketentraman serta hatinya mendapatkan ketenangan, kemudian ia melihat perselisihan, kebencian dan kedengkian di antara orang-orang yang istiqomah lantas akhirnya ia meninggalkan ke-istiqomahan karena ia tidak mendapatkan apa yang dicarinya.

Wal hasil, hijrah dari negeri kafir bukanlah seperti hijrah dari negeri fasik. Kita katakana kepada seseorang itu, “Bersabarlah, dan harapkan pahala dari Allah, khususnya jika engkau adalah seorang da’I yang mengajak kepada perbaikan”. Bahkan bisa jadi dikatakan kepadanya : hijrah bagimu hukumnya haram.

(diterjemahkan dari kitab Syarah Al Arba’in An Nawawiyyah halaman : 23-24 oleh Syaikh Al ‘Allaamah Muhammad bin Sholeh Al ‘Utsaimin rahimahullah Ta’ala.)

VN:F [1.8.5_1061]

THOLABUL ILMI SEJATI

Soal Jawab Seputar Aqidah
(bersama Syaikh Shalih Al Utsaimin)

Tanya : Apakah iman itu tauhid ?
Jawab:
Tauhid adalah mengesakan Allah dengan apa yang khusus bagi Allah dan wajib bagi Allah. Sedangkan iman adalah membenarkan, yang mencakup pengertian menerima dan pasrah. Diantara keduanya( iman dan tauhid) terdapat pengertian yang umum dan khusus. Setiap orang yang bertauhid tentu mukmin daan setiap mukmin tentu bertauhid dalam pengertian secara umum. Akan tetapi terkadang, pengertian tauhid itu lebih khusus ketimbang iman, dan begitu juga sebaliknya, pengertian iman lebih khusus dari pada pengertian tauhid. Wallallahua'lam

Tanya : Islam dan iman apa bedanya?
Jawab:
Islam dalam pengertian secara umum adalah beribadah kepada Allah dengan cara menjalankan ibadah-ibadah yang disyariatkan sebagaimana yang dibawa oleh utusanNya sejak para rasul itu di utus hingga akhir kiamat. Ini mencakup apa yang dibawa oleh Nuh alaihis salam berupa hidayah dan kebenaran, dan juga dibawa oleh Musa yang dibawa oleh Isa dan mencakup yang dibawa oleh Ibrahim Imamul Hunafa sebagaimana yang diterangkan oleh Allah dalam berbagai ayatNya yang menunjukkan bahwa syariat terdahulu seluruhnya adalah islam kepada Allah azza wa jalla.

Sedangkan islam dalam pengertian secara khusus setelah diutusnya nabi Muhammad shallallahu 'alaihi wa sallam adalah ajaran yang dibawa oleh beliau. Karena ajaran beliau menghapus seluruh ajaran yang sebelumnya, maka orang yang mengikutinya menjadi seorang muslim dan orang yang menyelisihinya bukan muslim karena tidak menyerahkan diri kepada Allah, akan tetapi kepada hawa nafsunya.

Orang-orang yahudi adalah orang-orang muslim pada zaman nabi musa, demikiaan pula orang nasrani muslim pada zaman isa. Namun ketika telah diutus Nabi Muhammad shallallahu 'alaihi wa sallam kemudian ia mengkufurinya maka mereka bukan menjadi muslim lagi.

Oleh karena itu tidak dibenarkan seseorang berkeyakinan bahwa agama yang dipeluk orang-orang yahudi dan nasrani sekarang ini sebagai agama yang benar dan diterima di sisi Allah sebagaimana dienul Islam. Bahkan orang yang berkeyakinan seperti itu berarti telah kafir dan keluar dari dienul islam, sebab Allah ta'ala telah berfirman.

"Sesungguhnya dien yang diterima di sisi Allah hanyalah Islam "
(QS Ali Imran : 19)

"Barangsiapa mencari suatu din selain islam maka tidak akan diterima din itu daripadanya"
(QS Ali Imran : 85)

Islam yang dimaksudkan adalah islam yang dianugerahkan Allah kepada Muhammad shallallahu 'alaihi wa sallam dan umatnya. Allah berfirman

"Pada hari ini telah Kusempurnakan untukmu agamamu dan telah Kucukupkan kepadamu nikmatKu, dan telah Kuridhai Islam itu sebagai agamamu"
(QS Al Maidah : 3)

Ini adalah nash yang amat jelas yang menunjukkan bahwa selain umat ini, setelah diutusnya Nabi Muhammad shallallahu 'alaihi wa sallam bukan pemeluk islam. Oleh karena itu agama yang mereka anut tidak akan diterima oleh Allah dan tidak akan bermanfaat pada hari kiamat. Kita tidak boleh menilainya sebagai agama yang lurus. Salah besar seorang yang menilai Yahudi dan nasrani sebagai saudara atau bahwa agama mereka pada hari ini sama pula seperti yang dianut oleh pendahulu mereka.

Jika kita katakan bahwa islam berarti menghambakan diri kepada Allah dengan menjalankan syariatNya, maka dalam artian ini termasuk pula pasrah atau tunduk kepadaNya secara lahir dan batin. Maka ia mencakup seluruh aspek aqidah, amalan maupun perkataan.

Namun jika kata islam itu disandarkan dengan iman, maka islam berarti amalan-amalan perbuatan yang lahir berupa ucapan-ucapan lisan maupun perbuatan anggota badan. Sedangkan iman adalah amalan batiniah yang berupa aqidah dan amalan hati.

Perbedaan istilah ini bisa kita lihat dalam firman Allah

"Orang-orang arab badui itu berkata Kami telah beriman. Katakanlah kepada mereka: kamu belum beriman tetapi katakanlah kami telah tunduk, karena iman itu
belum masuk ke dalam hatimu" (Al Hujurat:14)

Mengenai kisah nabi Luth, Allah ta'ala berfirman

"Lalu Kami keluarkan orang-orang yang beriman yang berada di negeri kaum luth itu. Dan Kami tidak mendapati di negeri itu, kecuali sebuah rumah
dari orang-orang yang berserah diri"
(Adz Dzariyat:35-36)

Di sini terlihat perbedaan antara mukmin dan muslim. Rumah yang berada di negeri itu lahirnya adalah rumah yang islami namun ternyata di dalamnya terdapat isteri Luth yang menghianatinya dengan kekufurannya. Adapun siapa saja yang keluar dari negeri itu dan selamat, maka mereka itulah kaum beriman yang hakiki, karena keimanan itu telah benar-benar masuk ke hati mereka.

Perbedaan istilah ini juga bisa kita lihat lebih jelas lagi dalam hadits Umar bin khatab bahwa jibril pernah bertanya kepada nabi mengenai islam dan iman. Maka beliau menjawab "Islam adalah engkau bersaksi bahwa tiada ilah selain Allah dan bersaksi bahwa Muhammad adalah utusan Allah, menegakkan shalat, menunaikan zakat, puasa ramadhan dan berhaji di baitullah".

Mengenai iman beliau menjawab: "Engkau beriman kepada Allah, para malaikat, kitab-kitabNya, utusan-utusanNya, hari akhir, serta beriman dengan qadar yang baik dan yang buruk."

Intinya, pengertian islam secara mutlak adalah mencakup seluruh aspek agama termasuk iman. Namun jika istilah islam itu disandinggkan dengan iman, maka islam ditafsirkan dengan amalan lahir berupa perkataan lisan dan perbuatan anggota badan. Sedangkan iman ditafsirkan dengan amalan batin berupa keyakinan dan amalan hati.

Kembali ke indeks

al-madina.s5.com, Mei 2001
VN:F [1.8.5_1061]

Aqidah Islam
Jalan Lurus Mencapai Kebahagiaan

Siapapun orang di kalangan kaum muslimin pasti pernah mendengar kata 'aqidah'. Di berbagai kesempatan yang berkaitan dengan hal-hal yang bersifat keagamaan perkataan ini sering terucap. Bahkan para ustadz, kiyai dan dai menyatakan bahwa aqidah merupakan pondasi bangunan Islam. Apakah sebenarnya faedah dan keutamaan dari aqidah Islam itu ?, tulisan berikut akan sedikit mengulas tentang hal tersebut.

Bilal adalah seorang budak hitam milik seorang qurays yang bernama Umayah. Ketika terbit cahaya Islam, Bilal merupakan salah seorang yang Allah beri hidayah untuk merasakan cahaya islam tersebut. Beliau bersaksi bahwa tidak ada sesembahan yang benar kecuali Allah. Kian hari semakin kokoh dan subur benih Islam di hati beliau.

Sampai suatu ketika tuan beliau yang masih dalam kekafiran mengetahui keislaman beliau dan murka. Bilal dipaksa untuk kembali kepada kekafiran dan beribadah kepada beragam sesembahan yang ada. Iman yang bersemayam di hati Bilal membuatnya tegar menghadapi berbagai siksaan yang luar bisa kejamnya. Bilal disiksa dengan dijemur di tengah terik matahari padang pasir, ditindih tubuhnya dengan batu besar dan disiksa dengan berbagai siksaan lain yang luar biasa kejam. Namun di saat diuji dengan siksaan itu, hati beliau merasakan sejuknya sebuah keimanan, sehingga terlontar dari mulut beliau yang mulia....Ahad (Allah Maha Esa)...Ahad..

Kita akan terheran, dan mungkin akan segera bertanya mengapa Bilal dan para sahabat yang lain begitu tegarnya menghadapi ujian, intimidasi dan siksaan yang seberat itu ? Jawabnya adalah, karena mereka telah mendapatkan sebuah kebahagiaan yang hakiki.

Kebahagiaan yang tidak banyak dipahami oleh kebanyakan orang. Karena umumnya manusia menyatakan bahwa bahagia itu adalah kekayaan yang melimpah, rumah indah, kendaraan mewah dan terpenuhinya segala fasilitas keduniaan. Memang itu semua adalah pendukung kebahagiaan di dunia, namun dalam dataran kehidupan, kita banyak menemukan orang yang telah terpenuhi segala materi dunianya tetap saja merasakan kesumpekan hidup, tidak tenang, stress, bahkan tak jarang mengakhiri kehidupannya dengan bunuh diri... naudzubillah min dzaalik.

Inikah kebahagiaan ?

Mungkin ada pula yang akan berkata, kalau demikian bahagia itu harus meninggalkan urusan dunia, hidup miskin, mengembara, tidak usah punya isteri dan keluarga atau………...? Itu juga bukan sebuah kebahagiaan yang benar, karena kebahagiaan bisa dinikmati oleh si kaya maupun si miskin, tua atau muda dan segala kalangan.

Berkaitan dengan hal ini para ulama mendefinisikan kebagiaan dengan ketenangan hati, lapangnya dada, dan merasa cukup dengan pemberian Allah. Itulah kebahagiaan, dan segalanya hanya bisa teraih dengan keimanan yang benar, sebagaimana sabda Nabi shallalllahu alaihi wa sallam

"Sungguh mengherankan perkaranya orang mukmin, karena setiap perkaranya akan baik baginya, apabila dia mendapatkan kenikmatan maka dia bersyukur dan itu baik bagi dia, dan apabila ia mendapatkan musibah maka ia bersabar maka itupun baik bagi dia" (HR Bukhari)

Inilah peran sebuah keimanan atau aqidah yang benar, yang mengantarkan seseorang kepada kebahagiaan yang sebenarnya.

Dunia memang tidak pernah sepi dari kesedihan dan kesenangan, kemudahan dan kesukaran. Menghadapi hal tersebut seorang insan muslim yang beraqidah lurus akan selalu tegar menghadapi goncangan badai kehidupan. aneka ragam musibah, seperti kekurangan harta, kekurangan jiwa (kematian anak atau keluarga), kekurangan bahan pangan, pakaian atau ancaman, insya Allah akan mampu diatasi dengan ketegaran. Di dalam hatinya dipenuhi rasa harap kepada Allah, ketergantungan kepada Allah, tawakal, sabar , dan ridha terhadap ketentuan Allah. Tak goyah imannya dengan ujian-ujian tersebut bahkan semakin kokoh, mendorongnya untuk lebih mendekat kepada Allah dan mengikhlaskan doa hanya kepadaNya semata. Ia mengaplikasikan sabda rasulullah shallalllahu alaihi wa sallam

"Apabila engkau meminta mintalah kepada Allah dan apabila engkau memohon pertolongan maka mohonlah kepada Allah." (H.R. Tirmidzi)

Maka disaat itulah bertambah ketenangan dan kebahagiaan di dalam hatinya, yang kebahagiaan itu tak dirasakan oleh mereka yang tak kenal akan Tuhannya. Ia pun yakin akan firman Allah :

"Apabila Allah menimpakan bahaya kepadamu maka tidak ada yang mampu mengangkatnya kecuali Dia." (QS Al An 'am)

Hal tersebut di atas berbeda dengan mereka yang lemah aqidah dan imannya. Ujian yang datang sering membuat goncang, putus asa, mengumpat takdir atau terkadang lari kepada hal-hal yang lemah seperti meminta bantuan paranormal atau jin.

Insan yang berqidah lurus akan menjadi pribadi yang penuh dengan keindahan. Hal ini karena jelasnya tujuan hidup yang ia miliki, hendak kemana, untuk apa dan mengapa dia hidup di dunia. Maka jelaslah arah perjalan dia, sangat pasti ia melangkah dan tak ragu-ragu untuk menapak kehidupan. Ia sangat paham dengan tujuan hidup dia…….

"Tidaklah aku ciptakan jin dan manusia kecuali untuk beribadah kepadaKu."
(QS Adz dzariyat : 56)

Allah saja yang dia harap ridhaNya, bukan yang lain. Sehingga pikirannya pun tidak bercabang dan beranting, hanya satu. Berbeda dengan mereka yang punya banyak sesembahan tak tahu tuhan mana yang harus ia cari ridhanya. Sehingga wajar Nabi Yusuf mengatakan kepada dua temannya di penjara.

"Wahai penghuni penjara apakah Tuhan-Tuhan yang banyak itu lebih baik ataukah Allah Yang Maha Tunggal dan Maha Kuasa." (QS. Yusuf)

Kasus yang berlangsung di sebuah negara maju penganut paganisme, ketika angka kematian akibat bunuh diri sangat tinggi, dan pemudanya tak berharap untuk berpanjangan hidup, apanya yang salah. Mereka tidak punya tujuan hidup yang jelas, mau kemana hidup ini dilangsungkan, mengapa ia harus dilahirkan dan hidup. Kata kunci yang kita dapatkan adalah , mereka tidak kenal akan islam dan aqidah islam yang lurus. Maka, penggalian nilai-nilai kesempurnaan Islam yang diawali dengan aqidah adalah hal yang tertawarkan lagi.

Mari kembali kepada Islam... !

Wallallahu a'lam bish showab

Kembali ke indeks

Arsip Blog BULETIN THOLABUL ILMI