Di Antara Berjuta Cinta
Kehidupan ini rasanya tak pernah dapat dilepaskan dari apa yang dinamakan 'cinta'. Dengannya menjadi semarak dan indah dunia ini. Lihat saja, bagaimana seorang bapak begitu bersemangat dalam beraktivitas mencari nafkah, tak lain karena dorongan cintanya terhadap anak dan isterinya. Seorang yang lain pun begitu semangatnya menumpuk harta kekayaan, karena sebuah dorongan cinta terhadap harta benda, demikian pula mereka yang cinta kepada kedudukan, akan begitu semangat meraih cintanya.
Itu semua adalah beberapa contoh dari berjuta cinta yang ada. Meskipun kesan yang banyak dipahami orang tentang cinta, identik dengan apa yang terjadi antara seorang pemudi dan pemuda. Padahal cinta tak hanya sebatas itu saja.
Ternyata masalah cinta memang tidak sederhana. Ada cinta yang bernilai agung lagi utama, namun ada pula cinta yang haram dan tercela. Cinta sendiri kalau dilihat menurut islam, maka dapat dikategorikan menjadi tiga bentuk. Kita semestinya tahu tentang model cinta tersebut untuk kemudian mampu memilih mana cinta yang mesti kita lekatkan di hati, mana pula cinta yang mesti kita tinggalkan sejauh-jauhnya.
- Cinta kepada Allah
Cinta model ini adalah cinta yang paling utama. Bahkan kata ulama kita, cinta kepada Allah adalah pokok dari iman dan tauhid seorang hamba. Karena memang Allah sajalah satu-satunya dzat yang patut diberikan rasa cinta.Segala cinta, kalau kita buat peringkat maka nyatalah bahwa cinta kepada Allah adalah puncaknya. Ia adalah yang tertinggi, paling agung dan paling bermanfaat. Begitu bermanfaat cinta kepada Allah ini, sehingga tangga-tangga menuju kepadanya pun merupakan hal-hal yang bermanfaat pula. Diantaranya berupa taubat, sabar dan zuhud. Apabila cinta diibaratkan sebuah pohon maka ia pun akan menghasilkan buah-buah yang bermanfaat seperti rasa rindu dan ridha kepada Allah.
Mengapa kita mesti cinta kepada Allah ? banyak sekali alasannnya. Diantaranya adalah karena Allah lah yang memberikan nikmat kepada kita, bahkan segala nikmat. Sedangkan hati seorang hamba tercipta untuk mencinta orang yang memberikan kebaikan kepadanya. Kalau demikian, sungguh sangat pantas apabila seorang hamba cinta kepada Allah, karena Dialah yang memberikan semua kebaikan kepada hamba.
"Dan apa-apa nikmat yang ada pada kalian , maka itu semua dari Allah"
(QS Al Baqarah : 165)
Seorang hamba di setiap pagi dan petang, siang dan malam selalu berdoa, memohon dan meminta pertolongan kepada Allah. Dari doa tersebut kemudian Allah memberikan jawaban, menghindarkan hamba dari bahaya, memenuhi kebutuhan hamba tadi. Keterikatan ini mendorong hati untuk mencinta kepada dzat tempat ia bermohon.
Setiap insan pun tak lepas dari dosa dan kesalahan, maka Allah selalu membuka pintu taubat kepada hamba tadi, bahkan Allah tetap memberikan rahmah meski hamba kadang tidak menyayangi dirinya sendiri. Kebaikan-kebaikan yang dibuat hamba, tak ada sesuatu pun yang mampu diharap untuk memberi balasan dan pahala kecuali Allah semata.
Terlebih lagi, Allah telah menciptakan hamba, dari sesuatu yang tak ada menjadi ada. Tumbuh, berkembang dengan rizki dari Allah Ta'ala. Maka ini menjadi alasan kenapa hamba semestinya cinta kepada Allah.
Cinta memang menuntut bukti. Tak hanya sekedar ucapan, seperti pepatah orang arab 'semua orang mengaku punya hubungan cinta dengan Laila namun si Laila tak pernah mengakuinya'. Dan wujud cinta ilahi dibuktikan dengan
"Katakanlah apabila kalian cinta kepada Allah maka ikutilah aku (Rasulullah) maka Allah akan mencintai kalian dan mengampuni dosa-dosa kalian" (QS Ali Imran : 31)
mengikuti sunah nabi dan juga berjihad di jalan Allah Ta'ala.
- Cinta karena Allah / cinta di jalan Allah
Cinta karena Allah tentu saja mengikuti cinta yang pertama. Seperti dalam kehidupan, ketika kita cinta kepada seseorang maka apa yang dicintai oleh orang yang kita cinta pun kita sukai pula. Cinta karena Allah adalah cinta kepada 'person' yang dicinta Allah seperti para nabi, rasul para sahabat nabi dan orang-orang shalih. Cinta karena Allah jua berujud cinta kepada perbuatan shalih seperti shalat, puasa zakat, berbakti kepada orang tua, memuliakan tetangga, berakhlaq mulia, menuntut ilmu syar'i dan segala perbuatan baik yang lain. Dengan demikian, ketika seoarng muslim mencinta seseorang atau perbuatan maka ia punya sebuah barometer "apakah hadir pada perbuatan maupun orang tadi hal yang dicinta Allah". Bagaimana kita tahu kalau suatu perbuatan dicinta Allah? Jawabnya adalah, apabila Allah perintahkan atau diperintahkan Rasulullah berupa hal yang wajib maupun yang sunnah(mustahab).Cinta yang disyariatkan diantaranya adalah cinta kepada saudara seiman
"Tidak beriman salah seorang diantara kalian sampai mencintai saudaranya sesama muslim sebagaimana mencintai dirinya sendiri" (HR Bukhari dan Muslim)
Cinta ini bermanfaat bagi pelakunya sehingga mereka layak mendapatkan perlindungan Allah di hari tiada perlindungan kecuali perlindungan Allah saja.
- Cinta bersama Allah
Kecintaan ketiga ini adalah cinta yang terlarang. Cinta bersama Allah berarti mencintai sesuatu selain Allah bersama kecintaan kepada Allah. Membagi cinta, adalah model cinta yang ketiga ini. Kecintaan ini hanyalah milik orang-orang musyrik yang mencintai sesembahan-sesembahan mereka bersama cinta kepada Allah. Seperti firman Allah:"Dan diantara manusia ada yang menjadikan selain Allah sebagai tandingan-tandingan, yang mereka mencintai tandingan tadi sebagaimana mencintai Allah. Adapun orang-orang yang beriman amat sangat besar cinta mereka kepada Allah "
(QS Al Baqarah : 165)Kecintaan ini bisa ditujukan kepada pohon, berhala, bintang, matahari, patung , malaikat, rasul dan para wali apabila kesemuanya dijadikan sesembahan selain Allah.
Terus bagaimana cinta kita kepada anak, harta, pakaian, nikah dan kepada hal yang berhubungan dunia ? Cinta yang seperti ini adalah cinta yang disebut sebagai "cinta thabi'i" cinta yang sesuai dengan tabiat artinya wajar-wajar saja. Apabila mengikuti kecintaan kepada Allah, mendorong kepada ketaatan maka ia bermuatan ibadah. Sebaliknya bila mendorong kepada kemaksiatan maka ia adalah cinta yang tercela dan terlarang.
Meneladani Etika Nabi dalam Pergaulan
Islam telah mensyariatkan berbagai tatakrama untuk mengatur kehidupan manusia dan tingkah laku mereka. Bila kita menyimak lebih jauh ajaran Islam, maka kita akan mendapatkan bahwa Islam merupakan agama yang syarat dengan masalah tatakrama, budi pekerti, dan peradaban yang tinggi. Islam menyeru kepada jalan yang ideal dalam masalah tingkah laku dan pergaulan dengan orang lain. Dalam hal ini, Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam merupakan teladan yang baik bagi kita. Beliau selalu mengucapkan kata-kata yang paling baik, memilih ucapan yang tepat dan lembut bagi umatnya, jauh dari ucapan-ucapan yang kotor. Beliau tidak pernah melontarkan kata-kata yang tidak pantas, kotor dan kasar. Ucapan yang beliau pilih sangat tepat dan tidak pernah melantur, sehingga tidak disenangi.
Seruan beliau kepada sikap lemah lembut seperti yang diwasiatkan kepada Aisyah :
"Bersikaplah yang lembut. Karena sikap lemah lembut tidak terdapat pada sesuatu kecuali ia membuatnya jadi indah, dan sikap lemah lembut tidak dilepas dari sesuatu kecuali ia membuatnya jadi buruk"
Maka kita harus memperlakukan manusia seperti kesenangan kita bila diperlukan seperti itu, agar kita bisa lebih banyak menjauhi kesalahan. Hendaklah kita membersihkan diri kita, baik dalam perkataan maupun perbuatan, agar kita termasuk orang-orang yang beruntung. Firman Allah :
"Sungguh beruntung orang yang mensucikan jiwanya" (QS Asy Syam)
Al Bukhari berkata di dalam sahihnya, bahwa Ammar ra pernah berkata : "Tiga hal, siapa yang memadukannya berarti telah memadukan iman, yaitu berbuat adil pada dirimu sendiri, mengucapkan salam kepada orang pandai dan mengeluarkan nafkah dikala sedikit harta."
Ucapan Ammar ini mengandung dasar-dasar kebaikan. Sebab berbuat adil mengharuskan seseorang melaksanakan perintah Allah secara sempurna, dan juga harus melaksanakan hak manusia. Ia tidak akan menuntut mereka apa yang bukan menjadi haknya dan tidak membebankan sesuatu di luar kemampuan mereka. Ia memberi maaf kepada orang lain dan memberi keputusan kepada mereka seperti yang ia putuskan kepada dirinya sendiri.
Banyak para wanita yang menyeru kepada pola peradaban modern, agar mengikuti aturan-aturan tertentu dalam pergaulan mereka. Aturan itu dinamakan etika , yang kemudian dijadikan rujukan dalam pergaulan sehari-hari. Tetapi kita para wanita muslimah sudah mempunyai panutan yang terdapat pada jalan Nabi kita Muhammad shallallahu alaihi wa sallam. Untuk itu kita mesti mulai, dan meningkatkan pengetahuan kita tentang sunnah nabi kita untuk kemudian dipraktikkan dalam kehidupan sehari-hari.
___________________________________
Diambil dari buku Bagaimana muslimah bergaul tulisan khaulah binti
Abdul Kadir Darwis
Tidak ada komentar:
Posting Komentar