Assalamualaikum Tholabul ilmi sejati terimakasih atas kunjunganya di link ini semoga bermanfaat untuk kita semua.dan semoga Alloh memberikan Hidayah taufik untuk kita silahkan kritik dan saran antum

Kamis, 19 Agustus 2010

MENGENAL ULAMA AHLUSSUNNAH WAL JAMA'AH

Syaikh Muhammad bin Abdil Wahhab

Keadaan umat di Najd pada masa sebelum beliau

1. Keadaan sosial Politik di Najd Kala itu

Mayoritas dari penduduk Najd kala itu terdiri dari kabilah-kabilah Arab yang dikenal akan nasabnya, dan para pendatang yang berdatangan untuk tinggal di Najd hanyalah minoritas saja.

Waktu itu sisi pandang masyarakat Najd terhadap seseotrang tergantung pada nasab yang dia miliki. Hal ini sangat menyolok sekali terutama dalam urusan perkawinan, lowongan mendapatkan pekerjaan dan lain sebagainya. Masyarakat Najd terbagi menjadi dua kelompok atao dua golongan. Hadhari dan Badawi (Badui), meskipun didapati perubahan sifat atau ciri pada sebagian penduduk. Yang demikian itu menimbulkan kesulitan bagi kita untuk menggolongkan kelompok yang ketiga ini, karena mereka itu bukan Badui murni dan juga tidak Hadhari murni.

Orang-orang Badui merasa bangga atas diri mereka dan kehidupan padang pasirnya. Mereka merasa bahwa orang-orang Hadhari hina di hadapan mereka. Penunjang kehidupan ekonomi mereka adalah kekayaan binatang, dan yang paling berharga bagi mereka di antara binatang-binatang yang ada adalah unta. Dan kebetulan daerah Najd adalah daerah yang kaya akan unta sehingga tidak aneh kalau Najd biasa disebut dengan Ummul Ibil.

Adapun orang-orang Hadhari (orang-orang kota) memiliki pandangan yang berbeda dengan orang-orang Badui, yang mana sebagian mereka berpendapatbahwa sifat kejantanan yang ada pada orang-orang Hadhari atau pun yang ada pada orang-orang Badui berada pada garis yang sama, sebagian yang lain berpendapat bahwa orang-orang Badui harus diperlakukan dengan kekerasan, karena dengan cara demikian mereka bisa menjadi baik.

Adapun penunjang kehidupan mereka adalah bertani. Sedangkan perdagangan adalah satu-satunya penunjang kehidupan yang ada atau dimiliki oleh orang-orang Badui maupun orang-orang Hadhari.

Mengenai hal kepemimpinan, sangatlah jauh berbeda antara orang-orang Badui dengan orang-orang adhari. Di mana seorang pemimpin yang ada di kalangan orang-orang Badui haruslah memenuhi kriteria seorang pemimpin, misalnya memiliki derajad lebih dari yang lain, pemberani dan memiliki pandangan serta gagasan yang jitu. Cara-cara mereka ini lebih mirip dengan sistem demokrat. Adapun orang-orang Hadhari lebih cenderung pemilihan pemimpin mereka jatuh ke tangan orang-orang yang memiliki kekuatan dan kekuasaan, cara-caranya pun sudah banyak dicampuri dengan kelicikan dan tipu muslihat demi teraihnya kepemimpinan tersebut.

2. Keadaan Keagamaan di Najd waktu itu

Penduduk negeri Najd sebelum adanya dakwah yang dilakukan oleh Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab keadaannya menyedihkan. Keadaan yang apabila sorang mukmin menyaksikannya tidak akan ridla selama-lamanya. Syirik (persekutuan) terhadap Allah subhanahu wa ta’ala tumbuh dengan suburnya, baik syirik besar maupun syirik kecil. Sampai-sampai kubah, pepohonan, bebatuan, gua dan orang-orang yang dianggap sebagai wali pun disembah sebagaimana layaknya Allah subhanahu wa ta’ala. Penduduk ad kala itu telah terpesona dengan kehidupan dunia dan syahwat. Sehingga pintu-pintu kesyirikan terbuka lebar untuk mereka. Marja’ (sandaran) mereka kepada ahli sihir dan para dukun, sehingga negeri Najd terkenal akan hal itu. Bahkan Makkah, Madinah dan Yaman menjadi basis kemusyrikan kala itu. Maka Allah subhanahu wa ta’ala menyelamatkan umat islam ini dengan dilahirkannya seorang mujaddid besar, penegak panji-panji tauhid sdan penyampai kebenaran yang bersumber dari Allah dan Rasul-Nya. Dialah Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab, yang kelak berjuang mati-matian dalam rangka tegaknya tauhidullah dan menebas habis setia yang berbau syirik terhadap Allah subhanahu wa ta’ala.

Nasab dan Kelahiran Beliau

Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab hidup di tengah-tengah keluarga yang dikenal dengan nama keluarga Musyarraf (Ali Musyarraf), di mana Ali Musyarraf ini cabang atau bagian dari Kabilah Tamim yang terkenal. Sedangkan Musyarraf adalah kakek beliau yang ke-9 menurut riwayar yang rajih. Dengan demikian nasab beliau adlah Muhammad bin Abdul Wahhab bin Sulaiman bin Ali bin Ahmad bin Rasyid bin Buraid bin Muhammad bin Buraid bin Musyarraf.

Beliau dilahirkan di negeri Uyainah pada tahun 1115 H. Daerah Uyainah ini terletak di wilayah Yamamah yang masih termasuk bagian dari Najd. Letaknya berada di bagian barat laut dari kota Riyadh yang jaraknya (jarak antara Uyainah dan Riyadh) lebih kurang 70 km.

Perjalanan Beiau Dalam Menuntut Ilmu

Ibnu Ghannam berkata: Muhammad bin Abdul Wahhab telah menampakkan semangat thalabul-ilmi-nya sejak usia belia. Beliau memiliki kebiasaan yang sangat berbeda dengan anak-anak sebayanya. Beliau tidak suka dengan main-main dan perbuatan yang sia-sia. Beliau mlai thalabul-ilmi dengan mendalamu al-Qur’anul Karim, sehingga tidak aneh kalau beliau sudah hafal ketika berumur 10 tahun. Yang demikian itu terjadi pada diri beliau dikarenakan banyak faktor yang mendukungnya. Di antaranya adalah semangat eliau yang sangat menggebu-gebu dalam menuntut ilmu, juga keadaan lingkungan keluarga yang benar-benar mendorong dan memicu beliau untuk terus-menerus menuntut ilmu. Dan Syaikh Abdul Wahhab-lah guru sekaligus orang tua beliau yang pertama-tama mencetak kepribadian beliau.

Sampai-sampai ketika ayah beliau Syaikh Abdul Wahhab menulis surat kepada seorang temannya mengatakan (dalam surat tsb.): Sesungguhnya dia (Muhammad bin Abdul Wahhab) memiliki pemahaman yang bagus, kalau seandainya dia belajar selama satu tahun niscaya dia akan hafal, mapan serta menguasai apa yang dia pelajari. Aku tahu bahwaanya dia telah ihtilam (baligh) pada usia dua belas tahun. Dan aku melihatnya sudah pantas untuk menjadi imam, maka aku jadikan dia sebagai Imam shalat berjama’ah dikarenakan ma’rifah dan ilmunya tentang ahkam. Dan pada usia balighnya itulah aku nukahkan dia. Kemudian setelah nikah, dia memiinta izin padaku untuk berhaji, maka aku penuhi permintaannya dan aku berikan segala bantuan demi tercapai tujannya tersebut. Lalu berangkatlah dia menunaikan ibadah haji, salah satu rukun dari rukun-rukun Islam.

Setelah berhaji beliau belajar dengan para ulama Haramain (Makkah dan Madinah) selama lebih kurang dua bulan. Kemudian setelah itu kembali lagi ke daerah Uyainah. Setelah pulang dari berhaji beliau terus memacu belajar. Beliau belajar dari ayah yang sekaligus sebagai guru pelajaran Fiqh Hambali, tafsir, hadits dan tauhid.

Tidak berapa lama kemudian Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab menunaikan ibadah haji untuk yang kedua kalinya. Kemudian menuntut ilmu dari ulama Haramain, khususnya para ulama Madinah al-Munawwarah. Di Madinah beliau belajar diin dengan serius, dan Madinah saat itu adalah tempat berkumpulnya ulama dunia. Di antara guru yang paling beliau kagumi dan senangi adalah Syaikh Abdullah bin Ibrahim bin Saif an-Najdi dan Syaikh Muhammad Hayat as-Sindi. Setelah beliau merasa cukup untuk menuntut ilmu dari para ulama Madinah al-Munawwarah ini maka beliau kembali lagi ke kampung halaman, Uyainah.

Setahun kemudian beliau memulai berkelana thalabul ilmi menuju daerah Iraq dan Ahsaa’. Kota Damaskus saat itu sebuah kota yang sarat akan kegiatan keislaman. Di sana terdapat sebuah madrasah yang digalakkan padanya keilmuan tentang madzab Hambali dan kegiatan-kegiatan yang menunjang keilmuan tersebut. Oleh karena itu negeri yang pertama kali dicita-citakannya untuk menuntut ilmu adalah Syam. Di negeri itulah Damaskus berada. Namun dikarenakan perjalanan dari Najd menuju Damaskus secara langsung sangat sulit, maka Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab pergi menuju Bashrah (Iraq), pada saat itu beliau berkeyakinan bahwa perjalanan dari Bashrah menuju Damaskus sangatlah mudah.

Setelah di Bashrah, ternyata apa yang beliiau yakini sementara ini tidak sesuai dengan kenyataan yang sebenarnya. Perjalanan dari Bashrah menuju Damaskus yang semula dianggap mudah ternyata sulit. Maka bertekadlah Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab untuk tinggal di Bashrah. Beliau belajar Fiqh dan Hadits dari sejumlah ulama yang berada di kota bashrah tersebut -hanya saja dari nara sumber yang ada- tidak menyebutkan nama guru-guru beliau yanga da di kota tersebut kecuali hanya seorang saja yaitu Syaikh Muhammad al-Majmu’i. Di samping ilmu fiqh dan hadits beliau juga mendalami ilmu Qawaidul-Arabiyyah sehingga beliau betul-betul menguasainya. Bahkan selama tinggal di Bashrah beliau sempat mengarang beberapa kitab yang berkenaan dengan Qawaidul Lughah al-Arabiyyah sehingga beliau betul-betul menguasainya. Bahkan selama tinggal di Bashrah beliau sempat mengarang beberapa kitab yang berkenaan dengan Qawaidul Lughah al-Arabiyyah.

Ternyata tidak semua orang yang ada di Bashrah senang terhadap Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab dan ulama-ulama yang sepemikiran dengan beliau, khususnya para ulama suu` yang ada di Bashrah, dimana mereka tidak henti-hentinya menentang dan memusuhi beliau. Nah, dikarenakan ulah dan permusuhan mereka terhadap Syaikh Muhammad bi Abdul Wahhab itulah akhirnya beliau dengan berat hati meninggalkan nageri Bashrah, tempat beliau belajar dan dakwah saat itu.

Kemudian belaiu pergi menuju suatu tempat bernama az_Zubair. Setelah perjalanan beberapa saat disana, beliau melanjutkan perjalanan menuju Al-Ahsaa`. Didaerah tersebut beliau melanjutkan studinya dengan belajar ilmu dien dari para ulama al-Ahsaa`. Diantara guru-guru beliau yang ada di al-Ahsaa` tersebut adalah Syaikh Abdullah bin Fairuz, Syaikh Abdullah bin Abdul Latif serta Syaikh Muhammad bin Afaliq. Dan memang, Ahsaa` saat itu merupakan gudangnya ilmu sehingga orang-orang Nejd dan orang-orang sebelah timur jazirah Arab berdatangan ke Ahsaa` untuk menuntut ilmu di sana.

Kemudian Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab melanjutkan kelana Thalabul Ilmi-nya ke daerah Haryamala dan tiba di sana pada tahun 1151 H. Di mana kebetulan ayah beliau yang tadinya menjadi qadhi di Uyainah telah pindah ke daerah tersebut. Maka berkumpulah beliau dengan ayahnya di sana.

Tapi baru dua tahun bertemu dan berkumpul dengan orang tua beliau. Ayah beliau Syaikh Abdul Wahhab bin Sulaiman meninggal dunia, tepatnya pada tahun 1153 H. Sepeninggal ayahnya, Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab menggantikan ayahnya dalam melaksanakan aktivitasnya di negeri Haryamala tersebut. Dalam waktu yang cukup singkat nama beliau sudah mulai tersohor. sehingga orang-orang pun berdatangan ke Haryamala untuk menuntut ilmu dari beliau. bahkan para pemimpin negeri di sekitar Haryamala pun menerima ajakan dan dakwah beliau.

Dua tahun kemudian, atas ajakan Amir negeri Uyainah, Utman bin Ma`mar, beliau pindah ke negeri kelahirannya Uyainah.

MENGENAL ULAMA AHLUSSUNNAH WAL JAMA'AH

Biografi Al Imam Abi Daud
Oleh Abu Asma' Kholid bin Syamhudi

1. Nama, Nasab Dan Kelahiran.

Beliau bernama Imam Al Hafidz Al Faqih Sulaiman bin `Imron bin Al Asy`ats bin Ishaq bin Basyir bin Syidad bin `Amr bin `Imron -atau disebut dengan Amir- Al Azdy As Sajistaany,dan dilahirkan pada tahun 202 H di kota Sajistaan,menurut kesepakatan referensi yang memuat biografi beliau,demikian juga didasarkan keterangan murid beliau yang bernama Abu Ubaid Al Ajury ketika beliau wafat,ketika berkata: aku telah mendengar dari Abi Daud ,beliau berkata : Aku dilahirkan pada tahun 202 H (Siyar A`lam An Nubala` 13/204)

2. Perkembangan keilmuannya.

Tidak didapatkan berita atau keterangan tentang masa kecil beliau kecuali keterangan bahwa keluarganya memiliki perhatian yang sangat besar dalam hadits-hadits Rasululloh,dan ini sangat mempengaruhi perkembangan keilmuan beliau di masa depannya.

Keluarga beliau adalah keluarga yang terdidik dalam kecintaan terhadap hadits-hadits
Rasululloh dan ilmu-ilmunya.Bapak beliau yaitu Al Asy`ats bin Ishaq adalah seorang perawi hadits yang meriwayatkan hadits dari Hamad bin Zaid,dan demikian juga saudaranya Muhammad bin Al Asy`ats termasuk seorang yang menekuni dan menuntut hadits dan ilmu-ilmunya juga merupakan teman perjalanan beliau dalam menuntut hadits dari para ulama ahlil hadits.Dan ini merupakan satu modal yang sangat berperan besar dalam perkembangan dan arahan beliau di masa-masa perkembangan keilmuan dan keahliannya dalam hadits dan ilmu-ilmunya yang lain dari ilmu-ilmu agama.Maka berkembanglah Abu Daud dengan motivasi dan semangat yang tinggi serta kecintaan beliau sejak kecil terhadap ilmu-ilmu hadits,sehingga beliau mengadakan perjalanan (Rihlah)dalam mencari ilmu sebelum genap berusia 18 tahun.

Beliau memulai perjalanannya ke Baghdad (Iraq) pada tahun 220 H dan menemui kematian Imam Affan bin Muslim,sebagaimana yang beliau katakan:Aku menyaksikan jenazahnya dan mensholatkan nya(Tarikh Al Baghdady 9/56).Walaupun sebelumnya beliau telah pergi ke negeri-negeri tetangga Sajistaan,seperti khurasan,Baghlan,Harron,Roi dan Naisabur.

Setelah beliau masuk kota Baghdad ,beliau diminta oleh Amir Abu Ahmad Al Muwaffaq untuk tinggal dan menetap di Bashroh,dan beliau menerimanya,akan tetapi hal itu tidak membuat beliau berhenti dalam mencari hadits,bahkan pada tahun 221H beliau datang ke Kufah dan mengambil hadits dari Al Hafidz Al Hasan bin Robi` Al Bajaly dan Al Hafidz Ahmad binAbdillah bin Yunus Al Yarbu`iy (mereka berdua termasuk dalam guru-gurunya Imam Muslim).dan sebelumnya beliau berkelana ke makkah dan meriwayatkan hadits dari Abdulloh bin Maslamah Al Qo`naby (Wafat tahun 221 H),demikian juga ke Damaskus (ibu kota Suria sekarang) dan mengambil hadits dari Ishaq bin Ibrohim Al Faradisy dan Hisyam bin Ammaar,lalu pada tahun 224 H pergi ke Himshi dan mengambil hadits dari Imam Hayawah bin Syuraih Al Himshy ,dan mengambil hadits dari Ibu Ja`far An Nafiry di Harron juga pergi ke Halab dan mengambil hadits dari Abu Taubah Robi` bin Nafi` Al Halab,lalu berkelana ke Mesir dan mengambil hadits dari Ahmad bin Sholeh Ath Thobary,kemudian beliau tidak berhenti mencari ilmu di negeri-negeri teresebut bahkan sering sekali bepergian ke Baghdad untuk menemui Imam Ahmad bin Hambal disana dan menerima serta menimba ilmu darinya.Walaupun demikian beliaupun mendengar dan menerima ilmu dari ulama-ulama Bashroh,seperti: Abu Salamah At Tabudzaky,Abul Walid Ath Thoyalisy dan yang lain-lainnya.

Karena itulah beliau menjadi seorang imam ahlil hadits yang terkenal banyak berkelana dalam mencari ilmu.

3. Guru-Guru Beliau.

Guru-guru beliau sangat banyak,karena beliau menuntut ilmu sejak kecil dan sering bepergian kepenjuru negeri-negeri dalam menuntut ilmu,sampai-sampai Abu Ali Al Ghosaany mengarang sebuah buku yang menyebut nama-nama guru beliau dan sampai mencapai 300 orang,demikian juga Imam Al Mizy menyebut dalam kitabnya Tahdzibul Kamal 177 guru beliau.

Dan diantara mereka yang cukup terkenal adalah:

  1. Imam Ahmad bn Hambal
  2. Ishaq bin Ibrohim bin Rahuyah
  3. Ali bin Al Madiny
  4. Yahya bin Ma`in
  5. Abu Bakr ibnu Abi Syaibah
  6. Muhammad bin Yahya Adz Dzuhly
  7. Abu Taubah Robi` bin Nafi` Al Halaby
  8. Abdulloh bin Maslamah Al Qo`naby
  9. Abu Khoitsamah Zuhair bin Harb
  10. Ahmad bin Sholeh Al Mishry
  11. Hayuwah bn syuraih
  12. Abu Mu`awiyah Muhammad bin Hazim Adh Dhorir
  13. Abu Robi` Sulaiman bin Daud Az Zahrony
  14. Qutaibah bin Sa`di bin Jamil Al Baghlany.

(LihatTahdzibul Kamal 11/358-359).

4. Murid-Murid Beliau.

Demikian pula murid-murid beliau cukup banyak dan saya cukupkan dengan menyebut sebagian dari mereka disini,yaitu:

  1. Abu `Isa At Tirmidzy
  2. An Nasa`iy
  3. Abu Ubaid Al Ajury
  4. Abu Thoyib Ahmad bin Ibrohim Al Baghdady (Perawi sunan Abi Daud dari beliau).
  5. Abu `Amr Ahmad bin Ali Al Bashry (perawi kitab sunan dari beliau).
  6. Abu Bakr Ahmad bin Mauhammad Al Khollal Al Faqih.
  7. Isma`il bin Muhammad Ash Shofar.
  8. Abu Bakr bin Abi Daud ?(anak beliau).
  9. Zakariya bin Yahya As Saajy.
  10. Abu Bakr Ibnu Abi Dunya.
  11. Ahmad bin Sulaiman An Najjar (perawi kitab Nasikh wal Mansukh dari beliau).
  12. Ali bin Hasan bin Al `Abd Al Anshory (perawi sunsn dari beliau).
  13. Muhammad bin Bakr bin Daasah At Tammaar (perawi sunan dari beliau).
  14. Abu `Ali Muhammad bin Ahmad Al Lu`lu`y (perawi sunan dari beliau).
  15. Muhammad bin Ahmad bin Ya`qub Al Matutsy Al Bashry (perawi kitab Al Qadar dari beliau).

Dan lain-lainnya (lihat Siyar A`lam An Nubala` 13/206 dan Tahdzibul Kamal 11/360 ).

5. Pujian Dan Sanjungan Para Ulama Terhadapnya.

Telah banyajk para imam dan ulama yang memuji dan menyanjung beliau,diantara mereka:

  1. Berkata Imam Al Khollal :Imam Abu Daud adalah imam yang dikedepankan pada zamannya
  2. Berkata Ibnu Hibban :Abu Daud termasuk salah satu imam dunia dalam ilmu dan fiqih (Thobaqat As Syafi`iyah 2/293).
  3. Berkata Musa bin Harun : Abu Daud diciptakan di dunia untuk hadits dan di akhirat untuk Syurga dan tidak aku melihat seorangpun lebih utama darinya.(Thobaqatus Syafi`iyah 2/295).
  4. Berkata Al Hakim:Beliau adalah imam ahlil hadits di zamannya tanpa gugatan
  5. Berkata Imam Nawawy: Para ulama telah sepakat memuji Abu Daud dan mensifatinya dengan ilmu yang banyak,kekuatan(hapalan),wara`,agama (kesholehan) dan kuat pemahamannya dalam hadits dan yang lainnya.(Tahdzib Al Asma` Wal Lughat 2/225)
  6. Berkata Abu Bakr Ash Shoghony:Dilemaskan bagi Abi Daud hadits sebagaimana dilemaskna bagi Daud besi.(Thobaqatus Syafi`iyah 2/293).
  7. Ditanya Syeikh islam Ibnu Taimiyah tentang buku-buku haduts dan sebagian pengarangnya seperti Ath Thoyalisy dan Abu Daud dan yang lainnya,maka beliau menjawab :Adapun Bukhory dan Abu Daud,maka beliau berdua adalah dua orang imam dalam fiqih dari ahli ijtihad.
  8. Adapun Adz Dzahaby banyak memuji beliau dan diantara pujian beliau adalah ucapannya :Abu Daud dengan keimamannya dalam hadits dan ilmu-ilmu yang lainnya,termasuk dari ahli fiqih yang besar,maka kitabnya As Sunan telah jelas menunjukkan hal tersebut.

6. Aqidah Beliau.

Beliau adalah imam dari imam-imam ahlisunnah wal jamaah yang hidup di Bashroh kota berkembangnya kelompok Qadariyah,demikian juga berkembang disana pemikiran Khowarij, Mu`tazilah, Murji`ah dan Syi`ah Rafidhoh serta Jahmiyah dan lain-lainnya,tetapi walaupun demikian beliau tetap dalam keistiqomahan diatas Sunnah dan beliaupun membantah Qadariyah dengan kitabnya Al Qadar,demikian pula bantahan beliau atas Khowarij dalam kitabnya Akhbar Al Khawarij,dan juga membantah terhadap pemahaman yang menyimpang dari kemurnian ajaran islam yang telah disampaikan olah Rasululloh. Maka tentang hal itu bisa dilihat pada kitabnya As Sunan yang terdapat padanya bantahan-bantahan beliau terhadap Jahmiyah,Murji`ah dan Mu`tazilah.

7. Wafatnya Beliau.

Beliau wafat dikota Bashroh tanggal 16 Syawal 275 H dan disholatkan janazahnya oleh Abbas bin Abdul Wahid Al Haasyimy.

Mengenal Ulama Ahlussunnah Waljama'ah

Ibnul Qayyim Al Jauziyah

Beliau adalah Abu Abdillah Syams al Din Muhammad ibn Abu Bakar ibn Ayyub ibn Sa`adkiyanwar ibn Huraiz al Zur`iy al Damsyiqi. Lahir pada bulan Shafar tahun 691 H, dan wafat pada bulan Rajab tahun 751 H. beliau wafat ketika hampir memasuki usia 60 tahun. Beliau disalati di Masjid Jami` al Umawy kemudian juga dislati di Masjid Jami` Jarrah. Begitu banyak yang melayat jenazah beliau. Beliau dikebumikan di samping kedua orang tuanya di pemakaman al Bab al Shaghirah.

Beliau merupakan sosok intelektual yang sangat vokal, gamblang penjelasannya, sangat luas pengetahuannya yang meliputibidang hukum Islam (fiqih), tafsir, hadits, ilmu `alat (nahwu), dan ilmu ushul fiqih. Beliau juga pernah menjadi ketua Madrasah al Jauziyyah, dan sudah lama menjadi staf pengajar di Madrasah Shadriyyah. Beliau menunaikan ibada haji beberapa kali dan tinggal di sekitar Kota Mekkah. Masyarakat Mekkah banyak membicarakan tentang kekhusyu`an beliau dalam menjalankan ibadah kepada Allah. beliau sangat sering melakukan thawaf yang tidak mungkin dapat dilakukan oleh kebanyakan orang.

Pengakuan Para Ulama

Para ulama mengakui kualitas beliau dalam bidang ilmu pengetahun dan agama. Diantaranya adalah dikatakan oleh Al Hafidz ibn Rajab al Hambaly, dia berkata, Beliau (Ibnu Qayyim) adalah seorang yang riwayat hadits dan keilmuannya sangat dipertimbangkan. Bahkan para perawi yang mengambil hadits dari beliau juga turut ikut mendapat keutamaan. Beliau sangat konsen dengan kajian hukum Islam, selain itu juga sangat mahir untuk menjelaskan sebuah persoalan. Disamping itu beliau juga sangat alim dalam bidang ilmu nahwu. Al Hafidz juga berkata, Al Marhum sangat tekun dalam beribadah lebih lebih dalam melakukan shalat tahhajud dengan berdiri sangat lama. Belum pernah saya menjumpai orang yang bisa menandingi ibadahnya. Dan saya juga belum pernah mendapati ulama yang lebih luas pengetahuannya dari pada beliau. Belum ada orang yang bisa menandingi beluai dalam bidang pemahaman terhadap makna al Qur`an dan As Sunnah serta intisari iman.

Qadhi Burhan al Din al Zur`iy berkata, Tidak ada orang yang berada di bawah atap laigit ini yang menandingi kealimannya. Dia mengajar di Madrasah Shadriyyah sekaligus sebagai pimpinan Madrasah al Jauziyyah dalam kurun waktu yang cukup lama. Karya tulis yang beliau hasilkan tidak terhitung jumlahnya.

Ibn Hajar berkata mengenai beliau, Beliau adalah seorang yang sangat berani dan berpengetahuan luas. Disamping itu beliau sangat faham dengan perbedaan pendapat diantara madzhab-madzhab salaf. Beliau juga sangat mengagumi Ibn taimiyyah, sehingga tidak ada satupun pendapat yang difatwakannya yang tidak sesuai dangan ajaran-ajaran Ibn Taimiyyah. Bahkan beliau sangat mendukung pendapat-pendapat yang telah difatwakan oleh gurunya itu. Disamping itu beliau juga benyak menyempurnakan kitab-kitab Ibn Taimiyah. Ibn Hajar juga berkata, Jika beliau shalat subuhmaka tidak berdiri dari duduknya untuk berdzikir kepada Allah sampai matahari sudah tinggi. Ibn Hajar berkata, beliau adalah figur yang menjadi panutan bagi saya. Apabila saya tidak meniru amaliyah beliau pasti saya tidak akan bia tegar seperti sakerang.

Mulla Ali al Qari` berkata tentang beliau dan Ibn Taimiyyah, keduanya merupakan tokoh besar di kalangan Ahlus Sunnah wal Jama`ah dan juga termasuk pemimpin ummat.

Al Hafidz al Suyuti berkata,Beliau telah berhasil menjadi menjadi seorang ulama besar dalam bidang tafsir, hukum Islam, ilmu ushul dan ilmu bahasa.

Al Hafidz ibn Na%@!#$& al Din al Syafi`I berkata, Beliau adalah seorang muhaqqiq dan pengarang yang produktif serta ahli tafsir yang jarang ada tandingannya.

Cobaan Hidup yang Dialami

Ibn Qayyim telah mengalami cobaat seperti yang dialami oleh gurunya dan juga seperti yang banyak menimpa para mujadid lainnya, baik berupa siksaan dan penganiayaan. Beliau pernah diikat di sebuah batang pohon kurma setelah merasakan siksaan dan diseret dengan unta sambil dicambuk dengan cemeti besi. Beliau tidak dibebaskan sampai gurunya (Ibn Taimiyyah) wafat.

Banyak lagi cobaan lain yang beliau rasakan, diantaranya yang menimpa beliau ketika mengingkari kegiatan orang-orang yang berziarah ke makan Nabi Ibrahim. Disela-sela penahanan atas diri beliau, beliau lebih sering untuk membaca al Qur`an, bertadabbur dan berfikir yang menyebabkan Allah membukakan banyak kebaikan dan ilmu yang luas bagi beliau.

Khazanah Intelektual Ibn Qayyim

Bukanlah suatu hal yang aneh apabila Ibn Qayyim menjelma sebagai sosok inelektual yang handal. Beliau dibesarkan dalam iklim yang sangat subur, ketika banyak ulama alim yang hidup pada waktu itu. Sejak dini beliau benar-benar sudah memberikan dirinya untuk menekuni dunia pendidkan baik di bidang fikih, bahasa, ilmu kalam dantasawuf. Begitu juga dengan perhatian beliau dalam sejarah kenabian dan sejarah umum. Ilmu-ilmu sosial yang beliau pelajari juga cukup memadai. Para pembaca karya-karya beliau akan dibuat tercengang mengetahui bahwa beliau juga sangat mahir dalam bidang sastra, ilmu nahwu dan kemahiran olah sya`ir. Beliau sangat menguasai berbagai keahlian dan pengetahuan yang sedang melejit pada jamannya. Beliau dalah seorang kutu buku dan mempunyai koleksi buku yang tidak terhitung jumlahnya. Sampai-sampai setelah beliau wafat, anak keturunannya menjual buku-buku koleksi tersebut dengan membutuhkan waktu beberapa tahun. Itu belum termasuk yang sengaja dijadikan koleksi pribadi bagi mereka sendiri.

Guru dan Murid Ibn Qayyim

Diantara guru-guru Ibn Qayyim adalah Ibn Abd al Daim, Isa al Mutha`im, al Qadhi Taqy al Din ibn Sulaiman, Ibn Al Syaraazy, al Syahab al Naabalasy al `Abir, Isma`il ibn Maktum, Fatimah binti Jauhar dan masih banyak lagi yang lainnya. Beliau belajar bahasa Arab kepada Ibn al Fath dan al Majd al Tunisy. Berguru ilmu ushul fikih kepada al Shafy al Hindy. Mendalami ilmu fiqih kepdada al Majd al Haraany al taqy al Din ibn Taimiyyah yang benyak membentuk sistem berfikirnya. Ibn Qayyim juga banyak sekali menyerap ilmu dari gurunya yang disebut terakhir, bahkan selalu menyertai gurunya tersebut sampai diamenutup mata untuk yang terakhir kalinya. Al Hafidz Ibn Hajar Al Asqalany berkata, Andaikata Syaikh Ibnu taimiyyah tidak memiliki riwayat hidup lain kecuali hanya muridnya yang satu ini yaitu Ibn Qayyim, pasti hal ini sudah cukup untuk menunjukkan keagungan dan kedudukannya.

Ibnul Qayyim Al Jauziyah

Adapun murid-murid yang menimba ilmu pengetahuan dari beliau sangat banyak jumlahnya. Diantara mereka adalah al Hafidz Zain al Din Abd al Rahman ibn Rajab yang mengarang kitab Thabaqat al hanabilah, Syams al Din Muhammad ibn Abd al Qadir al Nabalasy penulis kitab Mukhtashar Thabaqat al hanabilah li Abi Ya`la. Diantara murid-murid Ibn Qayyim yang laina adalah Ibn Katsir pengarang kitab al Bidayah wa al Nihayah yang mengakui bahwa Ibn Qayyim sebagai orang yang baik budi pekertinya, fasih bacaan al Qura`anya, suka menjalin persahabatan dan tidak pernah merasa dengki kepada siapapun apalagi sampai menganiaya orang lain. Murid-murid yang lain adalah ibn Abd al Hadi yang dikatakan oleh Ibn Rajab bahwa banyak sekali orang yang mengkaji ilmu dari Ibn Qayyim, tidak terkecuali para tokoh besar yang juga mengagumkan sekaligus menimba ilmu beliau seperti Ibn Abd al Hadi dan lannya.

Dinukil dari kitab : al Manar al Munif fi al Shahih wal Dhaif (judul terjemahan : Studi Kritik terhadap Hadits fadhilah Amal)


Salafyoon.Net

mengenal ulama ahlussunnah waljam'ah

Ibnu Taimiyah, Dai dan Mujahid Besar

NAMA DAN NASAB

Beliau adalah imam, Qudwah, `Alim, Zahid dan Da`i ila Allah, baik dengan kata, tindakan, kesabaran maupun jihadnya; Syaikhul Islam, Mufti Anam, pembela dinullah daan penghidup sunah Rasul shalallahu`alaihi wa sallam yang telah dimatikan oleh banyak orang, Ahmad bin Abdis Salam bin Abdillah bin Al-Khidhir bin Muhammad bin Taimiyah An-Numairy Al-Harrany Ad-Dimasyqy.

Lahir di Harran, salah satu kota induk di Jazirah Arabia yang terletak antara sungai Dajalah (Tigris) dengan Efrat, pada hari Senin 10 Rabiu`ul Awal tahun 661H.

Beliau berhijrah ke Damasyq (Damsyik) bersama orang tua dan keluarganya ketika umurnya masih kecil, disebabkan serbuan tentara Tartar atas negerinyaa. Mereka menempuh perjalanan hijrah pada malam hari dengan menyeret sebuah gerobak besar yang dipenuhi dengan kitab-kitab ilmu, bukan barang-barang perhiasan atau harta benda, tanpa ada seekor binatang tunggangan-pun pada mereka.

Suatu saat gerobak mereka mengalami kerusakan di tengah jalan, hingga hampir saja pasukan musuh memergokinya. Dalam keadaan seperti ini, mereka ber-istighatsah (mengadukan permasalahan) kepada Allah Ta`ala. Akhirnya mereka bersama kitab-kitabnya dapat selamat.

PERTUMBUHAN DAN GHIRAHNYA KEPADA ILMU

Semenjak kecil sudah nampak tanda-tanda kecerdasan pada diri beliau. Begitu tiba di Damsyik beliau segera menghafalkan Al-Qur`an dan mencari berbagai cabang ilmu pada para ulama, huffazh dan ahli-ahli hadits negeri itu. Kecerdasan serta kekuatan otaknya membuat para tokoh ulama tersebut tercengang.

Ketika umur beliau belum mencapai belasan tahun, beliau sudah menguasai ilmu Ushuluddin dan sudah mengalami bidang-bidang tafsir, hadits dan bahasa Arab.

Pada unsur-unsur itu, beliau telah mengkaji musnad Imam Ahmad sampai beberapa kali, kemudian kitabu-Sittah dan Mu`jam At-Thabarani Al-Kabir.

Suatu kali, ketika beliau masih kanak-kanak pernah ada seorang ulama besar dari Halab (suatu kota lain di Syria sekarang, pen.) yang sengaja datang ke Damasyiq, khusus untuk melihat si bocah bernama Ibnu Taimiyah yang kecerdasannya menjadi buah bibir. Setelah bertemu, ia memberikan tes dengan cara menyampaikan belasan matan hadits sekaligus. Ternyata Ibnu Taimiyah mampu menghafalkannya secara cepat dan tepat. Begitu pula ketika disampaikan kepadanya beberapa sanad, beliaupun dengan tepat pula mampu mengucapkan ulang dan menghafalnya. Hingga ulama tersebut berkata: Jika anak ini hidup, niscaya ia kelak mempunyai kedudukan besar, sebab belum pernah ada seorang bocah seperti dia.

Sejak kecil beliau hidup dan dibesarkan di tengah-tengah para ulama, mempunyai kesempatan untuk mereguk sepuas-puasnya taman bacaan berupa kitab-kitab yang bermanfaat. Beliau infakkan seluruh waktunya untuk belajar dan belajar, menggali ilmu terutama kitabullah dan sunah Rasul-Nya shallallahu`alaihi wa sallam.

Lebih dari semua itu, beliau adalah orang yang keras pendiriannya dan teguh berpijak pada garis-garis yang telah ditentukan Allah, mengikuti segala perintah-Nya dan menjauhi segala larangan-Nya. Beliau pernah berkata: Jika dibenakku sedang berfikir suatu masalah, sedangkan hal itu merupakan masalah yang muskil bagiku, maka aku akan beristighfar seribu kali atau lebih atau kurang. Sampai dadaku menjadi lapang dan masalah itu terpecahkan. Hal itu aku lakukan baik di pasar, di masjid atau di madrasah. Semuanya tidak menghalangiku untuk berdzikir dan beristighfar hingga terpenuhi cita-citaku.

Begitulah seterusnya Ibnu Taimiyah, selalu sungguh-sungguh dan tiada putus-putusnya mencari ilmu, sekalipun beliau sudah menjadi tokoh fuqaha` dan ilmu serta dinnya telah mencapai tataran tertinggi.

PUJIAN ULAMA

Al-Allamah As-Syaikh Al-Karamy Al-Hambali dalam Kitabnya Al-Kawakib AD-Darary yang disusun kasus mengenai manaqib (pujian terhadap jasa-jasa) Ibnu Taimiyah, berkata: Banyak sekali imam-imam Islam yang memberikan pujian kepada (Ibnu Taimiyah) ini. Diantaranya: Al-Hafizh Al-Mizzy, Ibnu Daqiq Al-Ied, Abu Hayyan An-Nahwy, Al-Hafizh Ibnu Sayyid An-Nas, Al-Hafizh Az-Zamlakany, Al-Hafidh Adz-Dzahabi dan para imam ulama lain.

Al-Hafizh Al-Mizzy mengatakan: Aku belum pernah melihat orang seperti Ibnu Taimiyah ….. dan belum pernah kulihat ada orang yang lebih berilmu terhadap kitabullah dan sunnah Rasulullah shallahu`alaihi wa sallam serta lebih ittiba` dibandingkan beliau.

Al-Qadhi Abu Al-Fath bin Daqiq Al-Ied mengatakan: Setelah aku berkumpul dengannya, kulihat beliau adalah seseorang yang semua ilmu ada di depan matanya, kapan saja beliau menginginkannya, beliau tinggal mengambilnya, terserah beliau. Dan aku pernah berkata kepadanya: Aku tidak pernah menyangka akan tercipta manasia seperti anda.

Al-Qadli Ibnu Al-Hariry mengatakan: Kalau Ibnu Taimiyah bukah Syaikhul Islam, lalu siapa dia ini ?

Syaikh Ahli nahwu, Abu Hayyan An-Nahwi, setelah beliau berkumpul dengan Ibnu Taimiyah berkata: Belum pernah sepasang mataku melihat orang seperti dia ….. Kemudian melalui bait-bait syairnya, beliau banyak memberikan pujian kepadanya.

Penguasaan Ibnu Taimiyah dalam beberapa ilmu sangat sempurna, yakni dalam tafsir, aqidah, hadits, fiqh, bahasa arab dan berbagai cabang ilmu pengetahuan Islam lainnya, hingga beliau melampaui kemampuan para ulama zamannya. Al-`Allamah Kamaluddin bin Az-Zamlakany (wafat th. 727 H) pernah berkata: Apakah ia ditanya tentang suatu bidang ilmu, maka siapa pun yang mendengar atau melihat (jawabannya) akan menyangka bahwa dia seolah-olah hanya membidangi ilmu itu, orang pun akan yakin bahwa tidak ada seorangpun yang bisa menandinginya. Para Fuqaha dari berbagai kalangan, jika duduk bersamanya pasti mereka akan mengambil pelajaran bermanfaat bagi kelengkapan madzhab-madzhab mereka yang sebelumnya belum pernah diketahui. Belum pernah terjadi, ia bisa dipatahkan hujahnya. Beliau tidak pernah berkata tentang suatu cabang ilmu, baik ilmu syariat atau ilmu lain, melainkan dari masing-masing ahli ilmu itu pasti terhenyak. Beliau mempunyai goresan tinta indah, ungkapan-ungkapan, susunan, pembagian kata dan penjelasannya sangat bagus dalam penyusunan buku-buku.

Imam Adz-Dzahabi rahimahullah (wafat th. 748 H) juga berkata: Dia adalah lambang kecerdasan dan kecepatan memahami, paling hebat pemahamannya terhadap Al-Kitab was-Sunnah serta perbedaan pendapat, dan lautan dalil naqli. Pada zamannya, beliau adalah satu-satunya baik dalam hal ilmu, zuhud, keberanian, kemurahan, amar ma`ruf, nahi mungkar, dan banyaknya buku-buku yang disusun dan amat menguasai hadits dan fiqh.

Pada umurnya yang ke tujuh belas beliau sudah siap mengajar dan berfatwa, amat menonjol dalam bidang tafsir, ilmu ushul dan semua ilmu-ilmu lain, baik pokok-pokoknya maupun cabang-cabangnya, detailnya dan ketelitiannya. Pada sisi lain Adz-Dzahabi mengatakan: Dia mempunyai pengetahuan yang sempurna mengenai rijal (mata rantai sanad), Al-Jarhu wat Ta`dil, Thabaqah-Thabaqah sanad, pengetahuan ilmu-ilmu hadits antara shahih dan dhaif, hafal matan-matan hadits yang menyendiri padanya .. Maka tidak seorangpun pada waktu itu yang bisa menyamai atau mendekati tingkatannya .. Adz-Dzahabi berkata lagi, bahwa: Setiap hadits yang tidak diketahui oleh Ibnu Taimiyah, maka itu bukanlah hadist.

Demikian antara lain beberapa pujian ulama terhadap beliau.

DA`I, MUJAHID, PEMBASMI BID`AH DAN PEMUSNAH MUSUH

Sejarah telah mencatat bahwa bukan saja Ibnu Taimiyah sebagai da`i yang tabah, liat, wara`, zuhud dan ahli ibadah, tetapi beliau juga seorang pemberani yang ahli berkuda. Beliau adalah pembela tiap jengkal tanah umat Islam dari kedzaliman musuh dengan pedannya, seperti halnya beliau adalah pembela aqidah umat dengan lidah dan penanya.

Dengan berani Ibnu Taimiyah berteriak memberikan komando kepada umat Islam untuk bangkit melawan serbuan tentara Tartar ketika menyerang Syam dan sekitarnya. Beliau sendiri bergabung dengan mereka dalam kancah pertempuran. Sampai ada salah seorang amir yang mempunyai diin yang baik dan benar, memberikan kesaksiannya: …tiba-tiba (ditengah kancah pertempuran) terlihat dia bersama saudaranya berteriak keras memberikan komando untuk menyerbu dan memberikan peringatan keras supaya tidak lari… Akhirnya dengan izin Allah Ta`ala, pasukan Tartar berhasil dihancurkan, maka selamatlah negeri Syam, Palestina, Mesir dan Hijaz.

Tetapi karena ketegaran, keberanian dan kelantangan beliau dalam mengajak kepada al-haq, akhirnya justru membakar kedengkian serta kebencian para penguasa, para ulama dan orang-orang yang tidak senang kepada beliau. Kaum munafiqun dan kaum lacut kemudian meniupkan racun-racun fitnah hingga karenanya beliau harus mengalami berbagai tekanan di pejara, dibuang, diasingkan dan disiksa.

KEHIDUPAN PENJARA

Hembusan-hembusan fitnah yang ditiupkan kaum munafiqin serta antek-anteknya yang mengakibatkan beliau mengalami tekanan berat dalam berbagai penjara, justru dihadapi dengan tabah, tenang dan gembira. Terakhir beliau harus masuk ke penjara Qal`ah di Dimasyq. Dan beliau berkata: Sesungguhnya aku menunggu saat seperti ini, karena di dalamnya terdapat kebaikan besar.

Dalam syairnya yang terkenal beliau juga berkata:

Apakah yang diperbuat musuh padaku !!!!

Aku, taman dan dikebunku ada dalam dadaku

Kemanapun ku pergi, ia selalu bersamaku

dan tiada pernah tinggalkan aku.

Aku, terpenjaraku adalah khalwat

Kematianku adalah mati syahid

Terusirku dari negeriku adalah rekreasi.

Beliau pernah berkata dalam penjara:

Orang dipenjara ialah orang yang terpenjara hatinya dari Rabbnya, orang yang tertawan ialah orang yang ditawan orang oleh hawa nafsunya.

Ternyata penjara baginya tidak menghalangi kejernihan fitrah islahiyah-nya, tidak menghalanginya untuk berdakwah dan menulis buku-buku tentang aqidah, tafsir dan kitab-kitab bantahan terhadap ahli-ahli bid`ah.

Pengagum-pengagum beliau diluar penjara semakin banyak. Sementara di dalam penjara, banyak penghuninya yang menjadi murid beliau, diajarkannya oleh beliau agar mereka iltizam kepada syari`at Allah, selalu beristighfar, tasbih, berdoa dan melakukan amalan-amalan shahih. Sehingga suasana penjara menjadi ramai dengan suasana beribadah kepada Allah. Bahkan dikisahkan banyak penghuni penjara yang sudah mendapat hak bebas, ingin tetap tinggal di penjara bersamanya. Akhirnya penjara menjadi penuh dengan orang-orang yang mengaji.

Tetapi kenyataan ini menjadikan musuh-musuh beliau dari kalangan munafiqin serta ahlul bid`ah semakin dengki dan marah. Maka mereka terus berupaya agar penguasa memindahkan beliau dari satu penjara ke penjara yang lain. Tetapi inipun menjadikan beliau semakin terkenal. Pada akhirnya mereka menuntut kepada pemerintah agar beliau dibunuh, tetapi pemerintah tidak mendengar tuntutan mereka. Pemerintah hanya mengeluarkan surat keputusan untuk merampas semua peralatan tulis, tinta dan kertas-kertas dari tangan Ibnu Taimiyah.

Namun beliau tetap berusaha menulis di tempat-tempat yang memungkinkan dengan arang. Beliau tulis surat-surat dan buku-buku dengan arang kepada sahabat dan murid-muridnya. Semua itu menunjukkan betapa hebatnya tantangan yang dihadapi, sampai kebebasan berfikir dan menulis pun dibatasi. Ini sekaligus menunjukkan betapa sabar dan tabahnya beliau. Semoga Allah merahmati, meridhai dan memasukkan Ibnu Taimiyah dan kita sekalian ke dalam surganya.

WAFATNYA

Beliau wafatnya di dalam penjara Qal`ah Dimasyq disaksikan oleh salah seorang muridnya yang menonjol, Al-`Allamah Ibnul Qayyim Rahimahullah.

Beliau berada di penjara ini selamaa dua tahun tiga bulan dan beberapa hari, mengalami sakit dua puluh hari lebih. Selama dalam penjara beliau selalu beribadah, berdzikir, tahajjud dan membaca Al-Qur`an. Dikisahkan, dalam tiah harinya ia baca tiga juz. Selama itu pula beliau sempat menghatamkan Al-Qur`an delapan puluh atau delapan puluh satu kali.

Perlu dicatat bahwa selama beliau dalam penjara, tidak pernah mau menerima pemberian apa pun dari penguasa.

Jenazah beliau dishalatkan di masjid Jami`Bani Umayah sesudah shalat Zhuhur. Semua penduduk Dimasyq (yang mampu) hadir untuk menshalatkan jenazahnya, termasuk para Umara`, Ulama, tentara dan sebagainya, hingga kota Dimasyq menjadi libur total hari itu. Bahkan semua penduduk Dimasyq (Damaskus) tua, muda, laki, perempuan, anak-anak keluar untuk menghormati kepergian beliau.

Seorang saksi mata pernah berkata: Menurut yang aku ketahui tidak ada seorang pun yang ketinggalan, kecuali tiga orang musuh utamanya. Ketiga orang ini pergi menyembunyikan diri karena takut dikeroyok masa. Bahkan menurut ahli sejarah, belum pernah terjadi jenazah yang dishalatkan serta dihormati oleh orang sebanyak itu melainkan Ibnu Taimiyah dan Imam Ahmad bin Hambal.

Beliau wafat pada tanggal 20 Dzul Hijjah th. 728 H, dan dikuburkan pada waktu Ashar di samping kuburan saudaranya Syaikh Jamal Al-Islam Syarafuddin. Semoga Allah merahmati Ibnu Taimiyah, tokoh Salaf, da`i, mujahidd, pembasmi bid`ah dan pemusnah musuh. Wallahu a`lam.

Dinukil dari buku: Ibnu Taimiyah, Bathal Al-Islah Ad-Diny. Mahmud Mahdi Al-Istambuli, cet II 1397 H/1977 M. Maktabah Dar-Al-Ma`rifah–Dimasyq. hal. Depan.


Salafyoon.Net

Arsip Blog BULETIN THOLABUL ILMI